SOLOPOS.COM - Ilustrasi Sablon (Dok/JIBI/Solopos)

Harianjogja.com, JOGJA – Ada saja cara sekolah menarik dana dari orang tua dan walimurid untuk pengadaan seragam. Salah satunya dengan pembentukan paguyuban orang tua siswa untuk pengadaan seragam. Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY, Kadarmanta Baskara Aji menyatakan pengadaan seragam melalui kesepakatan paguyuban pun tetap menyalahi aturan pemerintah tentang larangan pengadaan seragam kolektif.

Aji mengendus panitia pengadaan seragam dari paguyuban orangtua siswa hanyalah kepanjangan dari pihak sekolah untuk berupaya melegalkan sepihak kegiatan pengadaan seragam secara kolektif.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Dalam prakteknya paguyuban pasti usulan dari pihak sekolah. Bagaimana pun juga pengadaan seragam secara kolektif sangat berpotensi masih melibatkan pihak sekolah. Apalagi paguyuban bentukan sekolah, jadi tidak perlu sampai bentuk-bentuk paguyuban kalau hanya untuk pengadaan seragam,” ujarnya kepada Harianjogja.com, Sabtu (13/9/2014).

Ekspedisi Mudik 2024

Dinas, lanjut Aji, tetap konsisten dengan aturan pemerintah terkait larangan pengadaan seragam secara kolektif, apalagi bersifat keharusan meski lewat paguyuban orangtua siswa. Selebihnya dinas berharap, sekolah lebih fokus untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran kepada siswa. Urusan seragam sekolah hanya menjadi tanggung jawab masing-masing orangtua siswa. Teguran atau somasi akan dilayangkan kepada sekolah apabila masih berupaya mencari celah untuk memaksakan pengadaan secara kolektif, hingga menekankan wajib beli.

“Lebih-lebih ketika sekolah memberikan rekomendasi toko pada saat pengadaan seragam, itu jelas masih ada campur tangan pihak sekolah. Intinya biar urusan seragam itu diurusi sendiri oleh orangtua siswa,” tandasnya.

Sebelumnya Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Area DIY – Jawa Tengah Bagian Selatan, Budi Mashturi juga menekankan pembentukan paguyuban orangtua  hanyalah upaya sekolah untuk tetap bisa melakukan bentuk pungutan yang dilarang pemerintah. Budi melihat justru pihak sekolah yang menginisiasi pembentukan paguyuban orangtua dalam setiap kegiatan, termasuk pengadaan seragam.

“Jika bentuk paguyuban itu yang membentuk adalah pihak sekolah ya sama saja. Tetap ada intervensi dari pihak sekolah. Kecuali memang paguyuban itu terbentuk murni atas kesepakatan bersama para orangtua. Sekolah harus menempatkan diri sebagai penyelenggara pendidikan, jangan mengurusi di luar itu, terlebih pengadaan seragam,” jelasnya.

Adapun kasus pengadaan seragam kembali mencuat 5 September lalu ketika paguyuban orangtua siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Depok, Sleman berselisih pendapat dengan pihak sekolah. Perselisihan berkaitan dengan keinginan paguyuban untuk mengembalikan sisa dana pengadaan seragam pada tahun ajaran 2013/2014 lalu. Setelah terjadi negosiasi cukup alot, akhirnya sisa

dana pembelanjaan seragam baru bisa dibagikan kepada masing-masing orangtua keesokan harinya. Anggota Paguyuban sekaligus Ketua pengadaan seragam, Gandung Subroto mengaku pembentukan paguyuban merupakan inisiatif sekolah. Dia tidak mengetahui ternyata pengadaan seragam secara kolektif tetap dilarang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya