SOLOPOS.COM - Ilustrasi pelajar SMP. (Solopos/Whisnupaksa Kridhangkara)

Solopos.com, WONOGIRI — Sebagian orang tua siswa di Wonogiri merasa dalam kondisi dilema menyikapi rencana pelaksanaan pembelajaran tatap muka bagi anak mereka.

Mereka merasa berat melepas anak berada di sekolah karena Covid-19 belum hilang. Pada sisi lain, mereka menilai pembelajaran jarak jauh selama ini tak efektif.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Warga Pokoh Kidul, Kecamatan Wonogiri, Harya, mengaku berat mengizinkan dua anaknya yang merupakan siswa kelas XI SMA dan IV SD menjalankan pembelajaran tatap muka. Menurut dia tidak ada jaminan siswa benar-benar terlindungi dari Covid-19 saat di sekolah. Tak ada jaminan pula mereka, terlebih anak SD, bisa menjalankan protokol kesehatan secara ketat.

Mereka bisa saja berinteraksi dengan temannya di sekolah meski sudah diberi pemahaman sedemikian rupa. “Mungkin yakin anak sehat. Tapi bagaimana dengan teman-temannya?” ucap Harya saat ditemui Solopos.com, Senin (24/8/2020).

1,5 Jam Razia Masker di Wonogiri, 24 Orang Terjaring, Ada Sanksi?

Dia melanjutkan, banyak siswa di Wonogiri yang mengandalkan angkutan umum untuk berangkat dan pulang sekolah. Pasalnya, rumah mereka cukup bahkan sangat jauh dari sekolah. Di dalam kendaraan mereka berpeluang berkontak dengan penumpang lain yang bisa dari mana saja.

Harya menilai kondisi itu membuat potensi terjadinya penularan Covid-19 meningkat. Apalagi jika perjalanan ditempuh dalam waktu lama. “Setelah pembelajaran tatap muka selesai anak bisa saja bermain entah ke mana,” imbuh Harya.

Pada sisi lain dia memandang pembelajaran jarak jauh atau PJJ yang selama ini dilakoni anak-anaknya tak efektif. PJJ digelar dalam tempo tak lama lantaran materi yang diterima terbatas. Hanya dengan porsi pembelajaran tersebut siswa tak bisa mendapatkan output atau hasil yang sama dengan pembelajaran normal.

Selain itu saat PJJ tak ada jaminan anak bisa diawasi orang tua, karena Harya dan istri bekerja. Ironisnya, PJJ yang dilaksanakan tak bisa memberikan pendidikan karakter.

“Jika PJJ yang diterapkan dengan model seperti sekarang, kualitas pendidikan akan turun. Output yang diterima anak juga turun. Masa dengan kondisi seperti itu di kemudian hari siswa akan dinaikkan kelasn,” ujar Harya.

Kurikulum

Dia berpendapat pembelajaran yang tepat untuk saat ini adalah PJJ. Namun, formulasi dan kurikulumnya harus diperbarui, bukan sekadar penyederhanaan kurikulum lama. Formulasi dan kurikulum itu dapat menjamin dijalankannya pendidikan akademik dan karakter untuk menghasilkan kualitas pendidikan yang setidaknya setara dengan PTM dalam kondisi normal.

“Kalau pun PJJ yang seperti itu harus ditempuh dalam waktu dua tahun misalnya, enggak masalah menurut saya. Dari pada anak dipaksakan naik kelas, tetapi kualitas pendidikan yang diterimanya tak seperti saat PTM dalam kondisi normal. Setelah dua tahun berjalan Covid-19 hilang, PTM bisa digelar secara efektif,” ulas Harya.

Toni, warga Purworejo, Kecamatan Wonogiri, juga mengaku berat memberi izin anak menjalani pembelajaran tatap muka. Bapak dua anak kelas IV SD dan VIII SMP itu menilai daerah di zona kuning, bahkan hijau sekali pun tak menjamin benar-benar terbebas dari Covid-19.

Pesta Sabu-Sabu, 3 Perempuan Muda di Agam Ditangkap Polisi

Dia juga khawatir karena tak yakin anak-anaknya bakal terlindungi dari Covid-19 saat berada di sekolah. Pada pihak lain dia merasa PJJ yang dilaksanakan selama ini tak efektif. Saat ini dia bingung akan memberi izin atau tak memberi izin anak ketika Pemkab Wonogiri nanti membolehkan pembelajaran tatap muka.

“Kalau pun nanti pembelajaran tatap muka saya sudah menyiapkan APD buat anak. Saya juga sudah memberi pemahaman agar mereka bisa melindungi diri dari penularan Covid-19,” kata Toni.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya