SOLOPOS.COM - Petani melihat lahan pertanian di Kapungan, Polanharjo, Klaten, Kamis (23/1/2020). (Solopos/Ponco Suseno)

Solopos.com, SOLO — Sosialisasi pembangunan jalan tol Solo-Jogja digencarkan. Bila tidak ada aral merintang, konstruksi tol akan dimulai pada Agustus 2020.

Di Klaten, Jawa Tengah, ada 50 desa di 11 kecamatan yang terdampak pembangunan Tol Solo-Jogja. Tol akan membentang sepanjang 28 kilometer di Klaten.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

”Amdal harus sudah diselesaikan Maret atau April mendatang. Penlok jalan tol Solo-Jogja diharapkan April 2020. Selanjutnya, Agustus 2020 sudah dimulai pembangunan konstruksinya [proses pengerjaan berkisar 1,5 tahun-2 tahun],” kata Konsultan Amdal Jalan Solo-Jogja, Didin Sukma Rahmat, di sela-sela konsultasi publik di Hotel Tjokro Klaten.

Salah satu tahap yang harus dilakukan sebelum konstruksi adalah pembebasan lahan. Selama ini pembebasan lahan kerap disebut sebagai salah satu kendala terbesar dalam pembangunan infrastruktur.

Proses pembebasan lahan kerap kali sangat rumit (makan waktu lama dan membawa ongkos mahal) karena banyak pemilik tanah menolak untuk menjual tanah mereka.

Kerap terjadi tarik ulur terkait uang pengganti saat pembebasan lahan sehingga muncul istilah ganti untung dan ganti rugi. Saat ajang debat Pilpres 2019, Jokowi menyatakan terkait pembebasan lahan, pihaknya sudah tak lagi menerapkan sistem ganti rugi.

Sistem yang dijalankan bahkan menerapkan ganti untung. ”Soal ganti rugi konflik pembebasan lahan, kita tidak ada ganti rugi, yang ada ganti untung,” jelas Jokowi di Hotel Sultan, Minggu (17/2/2019).

Dia menyatakan selama ini anggaran pembebasan lahan dalam proyek infrastruktur tergolong kecil yaitu 2%-3% dari nilai proyek. Dia pun mendorong dana pembebasan lahan naik menjadi 4%-5%.

Bagaimana dengan pembebasan lahan tol Solo-Jogja? Diperkirakan anggaran untuk pembebasan lahan sekitar Rp10 triliun. ”Untuk Jogja sendiri [pembebasan lahan] sekitar Rp4 triliun, untuk Jateng Rp6 triliun,” kata Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker Pelaksanaan Jalan Bebas Hambatan (PJBH) Jogja-Solo dan Jogja-Bawen Totok Wijayanto kepada Harianjogja.com, beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan penentuan harga tanah untuk warga terdampak akan disesuaikan dengan appraisal sehingga tidak menggunakan dasar nilai jual objek pajak (NJOP).

Besaran NJOP biasanya relatif kecil sehingga jika menggunakan rumus tersebut tak terlalu menguntungkan warga terdampak. Melalui appraisal, warga terdampak bisa diuntungkan karena harga tanah dinilai per bidang dengan mempertimbangkan letak, luas serta kebermanfaatannya.

”Saya [selama menangani proyek tol] hampir seluruh Jawa enggak ada yang rugi [semua ganti untung], ada yang sudah dibebasin kemudian ada sisanya minta dibebasin sekalian, karena melihat hasilnya [besar],” ucap dia.

Harga tanah, kata dia, akan segera ditentukan setelah melalui beberapa tahapan. Mulai dari izin penetapan lokasi, sosialisasi kepada warga, pemasangan patok, pengukuran bidang oleh BPN sehingga diketahui luas tanah dan bangunan, serta jumlah tanaman.

”Bangunan berapa, tanah dan tanaman berapa, sudah didaftar nomintif semua, kemudian diumumkan, kalau tidak ada protes dari warga artinya sudah benar, yang diukur benar luasnya benar, baru nanti dilakukan appraisal. Appraisal dilakukan kalau sudah final semuanya. Masyarakat lebih diuntungkan karena langsung fokus nilai bidang milik si A sekian, si B sekian, si C sekian,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya