SOLOPOS.COM - Presiden Jokowi menandatangani prasasti disaksikan Gubernur DIY Sri Sultan HB X saat peresmian Jembatan Kretek II di Bantul, DIY, Jumat (2/6/2023). (Istimewa/Biro Pers Setpres/Rusman)

Solopos.com, BANTUL — Proses pembebasan lahan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) khususnya di kelok 18 di Kalurahan Parangtritis, Kapanewon Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, sampai saat ini masih ada kendala. Hal ini karena status tanah tersebut merupakan tanah tutupan.

Pemerintah belum memberikan penjelasan apakah masyarakat akan mendapatkan ganti rugi atau tidak dalam pembebasan lahan tersebut.

Promosi Uniknya Piala Asia 1964: Israel Juara lalu Didepak Keluar dari AFC

Tanah tutupan sendiri adalah tanah yang tidak jelas kepemilikannya secara hukum. Tanah tersebut dulunya milik warga dengan bukti Leter C di kantor pemerintah kalurahan. Pada 1943 saat Jepang masuk Indonesia, diambillah oleh Jepang dan Leter C di desa dicoret dengan tinta merah. Warga sekitar menamainya tanah tersebut adalah tanah tutupan.

Sampai Jepang keluar dari Indonesia, status tanah tersebut tidak pernah dikembalikan ke warga kemudian diklaim milik pemerintah. Namun para penggarap tanah tutupan mengaku sebagai ahli waris pemilik lahan sampai sekarang yang mengelola tanah tutupan tersebut.

Mereka mengklaim bukti kepemilikan ada di kantor kalurahan dengan bukti Leter C, meskipun nama yang tertera di Leter C sudah pada meninggal.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ditanya terkait persoalan tanah tutupan tersebut tidak memberikan penjelasan gamblang.

“Nanti teknis, itu teknis nanti urusannya pak menteri PUPR [Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono], bisa ditanyakan ke pak menteri PUPR,” katanya seusai peresmian Jembatan Kretek 2 di Kalurahan Parangtritis, Kapanewon Kretek, Kabupaten Bantul, Jumat (2/6/2023).

Bupati Bantul Abdul Halim Muslih mengatakan pihaknya sudah mengumpulkan para penggarap tanah tutupan Jepang, beberapa waktu lalu. Pertemuan tersebut untuk konsolidasi lahan sebagai salah satu solusi persoalan kepemilikan tanah tutupan Jepang tersebut.

Ia menyatakan sampai saat ini tidak ada kompensasi atau ganti rugi lahan tanah tutupan yang terdampak JJLS khususnya di kelok 18. Alasannya karena kepemilikannya tidak jelas.

“Ganti rugi tidak ada. Ini enggak jelas ini tanah tutupan Jepang sampai hari ini seperti tanah tak bertuan,” katanya.

Sebagai solusi, kata Halim, maka Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyarankan agar ada konsolidasi lahan. Lahan yang terdampak JJLS dibiarkan. Sementara sisanya nanti sesuai arahan Ngarso Dalem akan disertifikatkan atas nama penggarap atau ahli warisnya.

Selain pensertifikatan juga akan dibangunkan fasilitas umum. Lahan tutupan terebut akan menjadi satu kampung yang tertata dengan berbagai fasilitas pendukung.

“Akan jadi satu kampung lebih tertata yang akan dibiayai sumber anggaran pemerintah baik dari Pusat dari APBD DIY maupun APBD Bantul,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Masyarakat Pengelola Tanah Tutupan Jepang Parangtritis (MPT2P), Suparyanto mengatakan total tanah tutupan Jepang di Parangtritis ada sekitar 118 hektare yang dikelola oleh 87 orang. Namun yang terkena JJLS sekitar 15,1 hektare di kelok 18.

Berita ini telah tayang di Harianjogja.com dengan judul Ditanya soal Tanah Tutupan Jepang Terdampak JJLS, Ini Jawaban Presiden

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya