SOLOPOS.COM - Ilustrasi pembelian BBM (Nurul Hidayat/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, DILI — Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono yang akan berakhir 20 Oktober 2014 berkeras menolak desakan  untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Baca: Jokowi: Kenaikan Harga BBM Sekarang Lebih Ringan.

Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Chairul Tanjung atau CT, menegaskan alasan mendasar tidak dinaikkannya harga BBM bersubsidi karena  pemerintahan Presiden SBY pada tahun lalu baru saja menaikkan BBM bersubsidi sebesar 33%. Baca: SBY-Jokowi akan Putuskan Kenaikan Harga BBM Hari Ini.

Promosi BRI Bantu Usaha Kue Kering di Sidoarjo Berkembang Kian Pesat saat Lebaran

“Kenaikan harga BBM tersebut tentu memberatkan masyarakat. Apa lagi kita tahu awal 2014 pemerintah telah menaikkan tarif dasar listrik dan dalam waktu dekat atas permintaan Pertamina gas elpiji 12 kg akan naik,” katanya di Dili, Timor Leste, Selasa (26/8/2014) malam.

Atas dasar itu, menurutnya, pemerintah lebih memilih mengambil langkah-langkah penghematan yang terukur dan terkendali. Sebab, setiap kenaikan harga BBM bersubsidi, lanjutnya,  akan memicu inflasi yang tinggi dan peningkatan kemiskinan. “Sudah cukup memberikan beban dan tidak selayaknya masyarakat ditambah lagi bebannya.”

Chairul Tanjung menegaskan penolakan tersebut untuk menanggapi pihak-pihak yang mendesak pemerintahan SBY segera menaikkan harga BBM bersubsidi. Pihak-pihak tersebut disebutnya mengatasnamakan diri sebagai tim Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi).

Anehnya, kata Chairul Tanjung, pihak yang ingin agar pemerintah saat ini menaikkan harga BBM adalah orang-orang yang dulu selalu manolak kenaikan harga komoditas tersebut. “Ini adalah hal yang lucu.”

Sikap pemerintahan Presiden SBY untuk mempertahankan subsidi energi (termasuk BBM) sebenarnya menuai kritik. Dalam RAPBN 2015 yang disusun pemerintahan SBY, subsidi energi memakan anggaran sangat besar, yaitu senilai Rp433,5 triliun dengan rincian subsidi energi Rp363,5 triliun dan subsidi non energi Rp70,0 triliun.

Padahal dalam pidato RAPBN 2015, Presiden SBY juga mengakui penyaluran subsidi BBM yang seharusnya ditujukan kepada masyarakat berpendapatan rendah, sebagian juga masih dinikmati oleh masyarakat dengan ekonomi mampu. SBY mengatakan perlunya langkah efisiensi energi dan alokasi tepat sasaran.

Penegasan Chairul Tanjung bahwa pemerintah Presiden SBY tak akan menaikkan harga BBM bersubsidi pun menimbulkan pertanyaan lain. Pertanyaan itu adalah kenapa terjadi panic buying BBM bersubsidi di sebagian besar daerah meski pemerintah telah memastikan tak akan terjadi kenaikan warga dalam waktu dekat?

Jawabannya, menurut Eksternal Relation Pertamina Region Jawa Tengah dan DIY Robert MV Dumatubun, karena konsumen khawatir kehabisan BBM bersubsidi di SPBU tempat domisili mereka. “Padahal kalau terjadi panic buying justru stok akan cepat habis, jadi lebih baik pembelian dilakukan secara wajar,” ujarnya.

Dia  berharap pengendalian penjualan BBM bersubsidi akan membuat masyarakat dari kalangan mampu akan beralih ke BBM nonsubsidi. “Seharusnya BBM nonsubsidi ini ditujukan bagi masyarakat kurang mampu, sedangkan yang mampu bisa membeli BBM subsidi di antaranya Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, dan Solar nonsubsidi,”  tegas Robert.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya