SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sukoharjo (Espos)–Pembangunan sekolah menengah kejuruan negeri (SMKN) 5 yang mendapat protes keras dari warga khususnya para pemuda akhirnya dihentikan mulai Kamis (17/6). Penghentian itu merupakan realisasi instruksi legislatif berdasarkan rapat dengar pendapat antara warga, pemerintah desa/kecamatan dengan anggota komisi I dan komisi IV.

Anggota Komisi IV, Heri Purwanto mengatakan, penghentian SMK sudah mulai berjalan. “Berdasarkan kesepakatan Rabu, pembangunan SMK akhirnya dihentikan. Selanjutnya hari ini, komisi I dan komisi IV melakukan pantauan di lapangan untuk mencari fakta sebanyak-banyaknya serta mencari solusi bagaimana baiknya,” jelas dia ketika dijumpai di sela-sela inspeksi mendadak (Sidak), Kamis.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Kepala Desa (Kades) Majasto, Rudi Hartono mengatakan, saat ini ada tiga alternatif lokasi pengganti lapangan yang digunakan untuk pembangunan SMKN 5. Dari ketiga tempat itu, yang paling memenuhi syarat sebagai pengganti lapangan adalah tanah pituas yang berupa areal persawahan. Pasalnya, luasan di tanah sawah yang merupakan tanah kas desa itu setara dengan luasan lapangan.

Namun demikian, Rudi mengaku, warga memang keberatan dengan lokasi pengganti. Oleh sebab itu agar konflik tidak terjadi terus-menerus dengan masyarakat, pihak kelurahan akan terus berkoordinasi dengan mereka.

Anggota Komisi IV lainnya, Suryanto mengatakan, persoalan mengganti lapangan desa bukanlah persoalan yang mudah. Selain kebijakan itu tidak disetujui masyarakat, lokasi pengganti juga tidak ada yang siap.

“Setelah kami melihat lokasi pengganti lapangan ternyata belum siap sama sekali. Tanah pituasan ini misalnya, apabila akan dijadikan lapangan tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Kami memperkirakan dana untuk menguruk tanah sawah sampai pada tahap pemerataan mencapai Rp 500 juta lebih,” ujarnya.

Terkait pengganti lapangan, Suryanto menambahkan, selain potensi konflik dengan warga masalah lain yang mungkin timbul berkaitan dengan anggaran. “Penggantian lapangan itu kan penggantian aset desa. Nah, kalau anggarannya sampai menyentuh angka miliar, lalu sumber dananya darimana? Kalau ditanggung pemerintah desa kan tidak mungkin melainkan harus meminta bantuan pemerintah kabupaten (Pemkab),” terangnya.

Suryanto menerangkan, masalah menjadi makin sulit apabila pemerintah desa mengandalkan bantuan Pemkab. “Dalam peraturan menteri dalam negeri disebut bantuan untuk pemerintah desa maksimal hanya Rp 50 juta. Nah, kalau dana yang digunakan untuk menguruk tanah saja mencapai Rp 500 juta, sisanya diambilkan darimana,” tandas dia.

aps

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya