SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto Sejumlah titik pembangunan turbin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) mulai terlihat di areal pembangunan proyek pembangkit listrik dengan total kapasitas 35.000 megawatt (MW) di Pantai Goa Cemara, Kelurahan Gadingsari, Kecamatan Sanden, Bantul, DI. Yogyakarta, Senin (04/05/2015). Proyek pembangkit listrik yang dibangun di senjumlah lokasi di Indonesia ini total investasinya mencapai Rp 1.100 triliun. Pembangunan pembangkit baru itu sebagai upaya memenuhi kebutuhan pasokan yang setiap tahunnya membutuhkan pasokan listrik baru sebanyak 7.000 MW.

Pembangkit Listrik Tenaga Bayu, investor kesulitan penuhi syarat administrasi

Harianjogja.com, JOGJA — Mundurnya UPC Jogja Bayu sebagai investor proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Bantul ternyata didasari oleh alasan izin penggunaan tanah Sultan Grond (SG). Berdasarkan penuturan pihak UPC Jogja Bayu sendiri, proyek yang direncanakan akan dibangun di sepanjang pesisir selatan dari Pantai Samas (Bantul) hingga Pantai Glagah (Kulonprogo) itu mandeg lantaran gagalnya pihak investor memenuhi persyaratan administrasi lantaran izin penggunaan tanah SG yang sulit.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Baca Juga : PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BAYU : Gara-Gara Status Tanah, Investasi Rp1,6 Triliun Batal
Manajer Proyek PLTB UPC Jogja Bayu Niko Priambodo mengatakan menyadari kesulitan itu, pihak PLN sebenarnya sudah memberikan tambahan waktu lagi kepada UPC Jogja Bayu selama satu tahun. Sembari terus melakukan pendekatan terhadap Pemda DIY, tambahan waktu itu lantas dimanfaatkan oleh pihak UPC Jogja Bayu untuk mencari tahu kabar kelanjutan pembangunan proyek Pelabuhan Tanjung Adikarto di Kulonprogo.

“Barulah sekitar Maret 2017, kami terima kabar bahwa pembangunan PLTB bisa dilakukan tanpa harus menunggu rampungnya pembangunan pelabuhan. Tapi itu kan terlalu mepet waktunya,” aku Niko lagi  kepada wartawan, Selasa (5/9/2017).

Oleh karena itulah, ia pun sempat meminta tambahan waktu lagi dari PLN. Namun sayangnya, kali ini permintaan itu ditolak. Pihak PLN diakuinya hanya bersedia memberikan tambahan waktu tak lebih dari 1 tahun.

“Dengan kondisi yang serba sulit itu, kami minta tambahan waktu dua tahun,” terangnya.

Padahal, ia mengaku aspek pendanaan sebenarnya sudah disiapkan sepenuhnya oleh perusahaan. Sebut saja misalnya untuk pembebasan lahan yang dianggarkannya mencapai US$1 juta atau setara Rp13 miliar. Sedangkan total investasi proyek tersebut, kata Niko, mencapai US$140 juta atau setara Rp1,6 triliun.

“Akhirnya, kami dan PLN pun sepakat, proyek ini dibatalkan saja,” katanya.

Sementara saat disinggung terkait BPP Jateng-DIY yang tidak menguntungkan bagi investor, menurut Niko itu tak sepenuhnya tepat. Ia menjelaskan, penandatanganan dengan pihak PLN itu dilakukan sebelum Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.12/2017 yang kemudian disusul dengan Permen ESDM No.50/2017. Saat itu diakuinya, nilai Biaya Pokok Penyediaan (BPP) yang disepakati cukup besar yakni USD 12.5 per kWh.

“Namun dengan terbitnya dua regulasi itu, BPP untuk Jateng-DIY sebesar USD 6.52 dengan nilai BPP nasional sebesar USD 7.25. Seharusnya, berdasarkan Permen ESDM No.50/2017, jika BPP lokasi berada di bawah BPP nasional, investor bisa membicarakan ulang kesepakatan dengan PLN. Tapi sayangnya PLN tidak bersedia,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya