SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi (JIBI/Bisnis/Paulus Tandi Bone)

Pembalakan liar diduga terjadi di Bantul, tepatnya di lahan milik Sultan

Harianjogja.com, BANTUL– Pembalakan liar diduga terjadi di area situs budaya makam Ratu Malang di Dusun Gunung Kelir, Desa Pleret, Kec. Pleret Bantul.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dugaan pembalakan liar itu diungkapkan warga Dusun Gunung Kelir Winardi Utomo, 80. Sejak sebulan terakhir, ratusan batang pohon di yang ada di hutan gunung Sentono (lokasi makam Ratu Malang) ditebangi puluhan warga.

Penebangan menggunakan gergaji mesin. Padahal, seluruh area gunung Sentono seluas kurang lebih 6,6 hektare itu merupakan Sultan Grond (SG) alias tanah Kasultanan.

Pasalnya kata Winardi, warga mendengar kabar, bahwa bakal ada penanaman tanaman khusus di wilayah ini oleh Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jogja bekerjasama dengan pemerintah DIY. Warga setempat, lalu satu persatu mengklaim berhak atas lahan dan hutan di Dusun Gunung Kelir tersebut.

Mereka menjual kayu-kayu itu ke seorang pengusaha kayu asal Wonolelo, Pleret. “Kalau yang menebangi anak buah dari juragan kayu di Wonolelo itu, tapi yang menjual warga. Katanya masih ada waris hak atas hutan itu, ngakunya begitu. Padahal ini tanah Kasultanan,” tutur lelaki renta itu ditemui di Dusun Gunung Kelir, Kamis (18/6/2015).

Bekas batang kayu keras sisa penebangan itu masih tersisa sampai sekarang, eperti kayu Sono dan Jati. Menurut Winardi, praktek penebangan pohon itu terhenti sekitar seminggu lalu. Saat itu, Camat Pleret, Walkodri mendatangi lokasi penebangan pohon dan meminta penebangan dihentikan.

Warga Dusun Gunung Kelir  Desa Pleret, Kecamatan Pleret Bantul Parjono membantah warga setempat melakukan pembalakan liar atau ilegal loging.

Ia mengakui, inisiatif menebang pohon itu muncul dari warga setelah mendengar sosialisasi dari UPN bahwa area tersebut akan ditanami sorgum dan Kemiri Sunan sebagai bio energi.

“Dari pada kayunya enggak kepakai mending ditebang dan dijual oleh warga, jadi memang enggak ada yang memerintahkan menebang, itu ide warga sendiri,” kata Parjono, Kamis (19/6/2015).

Kendati tanah Kasultanan, ia mengklaim lahan tersebut adalah magersari yang dikelola oleh warga. Ia mengklaim,  ada 100-an warga yang mengelola hutan tersebut. Ditambahkannya, penebangan pohon tersebut hanya dilakukan di sebagian lahan alias tidak semuanya.

Dari total sekitar 6,6 hektare area gunung Sentono, sebanyak 2,5 hektare diantaranya merupakan kawasan cagar budaya yang tidak disentuh. Penebangan pohon hanya dilakukan di lahan selain area seluas 2,5 hektare tersebut. “Itu saja nebangnya pakai tebang pilih, enggak semua pohon. Jadi tidak digunduli,” tegasnya.

Camat Pleret Walkodri membenarkan praktek pembalakan liar itu. “Saya tanya, kalau ini tanah Sultan yang dikelola warga dan boleh ditebang, surat Kakancingannya mana?,” tegas dia.

Walkodri juga mempertanyakan ihwal penanaman tanaman khusus di area gunung Sentono itu. Sebab sampai sekarang pemerintah kecamatan belum pernah menerima surat resmi bahwa UPN akan berkegiatan di wilayah Gunung Kelir.

“Katanya dari UPN mau menanam, mana suratnya masuk ke saya belum ada. Kalau semuanya belum jelas, kenapa pohon sudah ditebangi,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya