SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SUKOHARJO — Pertemuan tripartit (tiga pihak) membahas Upah Minimum Kabupaten (UMK) Sukoharjo 2019, Selasa (16/10/2018), berakhir buntu atau deadlock.

Perwakilan pengusaha dan buruh belum menyepakati regulasi yang mengatur formulasi penghitungan upah. Pertemuan tripartit membahas usulan nominal UMK 2019 dilaksanakan di Kantor Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Pertemuan kali pertama itu dihadiri perwakilan buruh, pengusaha, pejabat Badan Pusat Statistik (BPS) dan Disperinaker Sukoharjo.

Saat pertemuan, kalangan buruh berkukuh agar formulasi penghitungan upah merujuk pada hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL) di sejumlah pasar tradisional yang mencapai Rp2.348.000.

Sementara kalangan pengusaha ngotot berpegang pada PP No. 78/2015 tentang Pengupahan sebagai acuan formulasi penghitungan upah.

“Belum ada titik temu saat pembahasan usulan nominal UMK. Kami jelas-jelas menolak diterapkannya PP 78/2015 karena bakal menyengsarakan buruh. Tidak ada jaminan kesejahteraan buruh,” kata seorang pengurus Forum Perwakilan Buruh (FPB) Sukoharjo, Sigit Hastono, saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa.

Menurut Sigit, nominal Upah Minimum Provinsi (UMP) Jateng terendah dibanding daerah lainnya seperti Jabar dan Jatim. Hal ini dipengaruhi tidak adanya formulasi penghitungan UMP Jateng.

Konsep upah murah diprediksi bakal berdampak pada dunia industri dan bisnis yang tidak sehat. Hal ini dibuktikan dengan kian banyaknya investor yang menanamkan modalnya di wilayah Jateng.

Sigit juga menyoroti lemahnya penegakan hukum ketenagakerjaan yang merugikan buruh. “Sebenarnya formulasi penghitungan upah masih mengambang dalam menentukan nominal UMP dan UMK di setiap daerah. Pemerintah tak serius memperhatikan struktur dan skala upah pekerja,” ujar dia.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sukoharjo, Yunus Arianto, menyatakan formulasi penghitungan usulan nominal UMK harus mengacu prosedur yang ditetapkan pemerintah yakni PP No. 78/2015.

Formulasi pengupahan berdasarkan pada UMP ditambah perhitungan laju inflasi dan produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi. Perhitungan laju inflasi bakal dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) Sukoharjo.

Pertemuan membahas usulan nominal UMK akan dilanjutkan pada Selasa (23/10/2018). “Intinya, untuk penghitungan upah kami mengacu pada PP No. 78/2015 sementara perwakilan buruh merujuk hasil survei yang dilakukan sendiri,” kata dia.

Apabila dalam pertemuan selanjutnya berlangsung alot dan tak ada titik temu, kemungkinan besar penentuan usulan nominal UMK bakal diambil alih Bupati Sukoharjo.

Hal ini pernah terjadi saat pembahasan usulan nominal UMK 2016. Kala itu, penjabat (Pj) Bupati Sukoharjo mengambil alih penentuan usulan nominal UMK lantaran beberapa kali pertemuan tripartit tak membuahkan hasil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya