SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SRAGEN — Ketua Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Kabupaten Sragen, Goman, mengundurkan diri dari jabatan setelah didesak warga yang mengaku dari Kelurahan Nglorog.

Goman diminta mundur karena dinilai tidak becus mengelola air irigasi DI Colo Timur hingga membiarkan aksi pungutan liar air irigasi.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Ratusan warga mengaku dari Kelurahan Nglorog Sragen, Ngrampal dan Sambirejo, kembali mendatangi kantor Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Pengairan Kabupaten Sragen, Senin (7/10/2013).

DPU Pengairan Kabupaten Sragen memfasilitasi warga ihwal pungutan liar dan keberadaan pintu air liar di salah satu wilayah di Sragen. Pertemuan itu buntut panjang dari pertemuan sebelum, Kamis (3/10/2013). Pada kesempatan itu hadir Ketua GP3A Kabupaten Sragen Goman, Kepala Bidang (Kabid) Pengairan Pertambangan dan Energi DPU Sragen Ashari, Kepala Bidang Rehabilitasi Pengembangan Lahan dan Sarana Produksi Dinas Pertanian Sragen Ismanto dan Gatot Dwi Cahyono, Pelaksana Teknik PPK O dan P SDA I BBWSBS.

Ekspedisi Mudik 2024

Warga menumpahkan kekesalan ihwal transparansi dan pungutan liar pembagian air di Kelurahan Nglorog. Mereka mengaku membayar Rp200.000-Rp600.000 per orang per pekan untuk membuka pintu air. Selain itu mereka membayar Rp20.000-Rp50.000 per orang per petak sawah supaya air mengalir ke sawah masing-masing. Petani Nglorog mendapat jatah Jumat-Minggu setiap pekan.

Salah seorang petani dari Nglorog, Subandi, mengeluh kondisi petani musim tanam (MT) III kesulitan air. Di sisi lain mereka harus membayar untuk mendapatkan air. Dia juga menceritakan harus mengeluarkan 30 kilogram (kg) beras atau Rp100.000 saat panen.

Hal senada disampaikan Ketua LSM Formas, Andang Basuki. Dia meminta pihak terkait membubarkan GP3A karena dinilai tidak becus mengelola air irigasi sehingga menimbulkan gejolak masyarakat.

Andang terang-terangan menuding Dinas Pertanian Sragen dan BBWSBS tutup mata praktik pungutan liar.

“Kami butuh air tapi bayar. Padahal air untuk kepentingan masyarakat kok bayar. Kami minta pengairan diselesaikan dan dikelola dengan baik. Sudah hampir 10 tahun seperti ini,” kata Subandi pada audiensi di Aula DPU Pengairan Kabupaten Sragen, Senin.

Ketua GP3A Kabupaten Sragen, Goman, menanggapi kritik dan tuntutan petani memilih legawa mengundurkan diri dari jabatan yang akan berakhir Juli 2014. Namun dia mengaku tidak tahu menahu ihwal pungutan liar Rp200.000-Rp600.000 maupun Rp20.000-Rp50.000.

Goman hanya mengetahui Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) kecamatan menyepakati honor Rp400.000 per pekan per desa atau kelurahan.

“Permasalahan ini tidak tahu. Saya enggak pernah meminta petani bayar. Rp400.000 kesepakatan P3A. Saya siap mundur. Saya minta maaf segala salah dan khilaf,” tutur Goman dihadapan ratusan petani Nglorog.

Kepala Bidang (Kabid) Pengairan Pertambangan dan Energi DPU Sragen, Ashari, menjelaskan DPU Pengairan tidak memiliki wewenang ihwal persoalan. Menurut Ashari DPU Pengairan sekadar memfasilitasi warga.
Persoalan pintu air liar menjadi kewenangan BBWSBS sedangkan regenerasi GP3A maupun P3A kewenangan Dinas Pertanian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya