Harianjogja.com, KULONPROGO-Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kulonprogo mencatat terdapat sekitar 1.892 penderita gangguan jiwa berat di Kulonprogo. Beberapa diantaranya masih ditangani dengan tindakan pemasungan.
Kepala Dinkes Kulonprogo, Bambang Haryatno mengatakan, skizofrenia memang menjadi jenis gangguan jiwa berat yang paling banyak terjadi dibanding depresi, bipolar, dan lainnya. Kebanyakan disebabkan adanya tekanan ekonomi.
Promosi Mudik: Traveling Massal sejak Era Majapahit, Ekonomi & Polusi Meningkat Tajam
Meski begitu, terdapat pula beberapa kasus yang menunjukkan pola penyakit keturunan. “Ada yang tiga anaknya kena gangguan jiwa,” ucap Bambang kepada Harianjogja.com, Kamis (4/8/2016) kemarin.
Bambang lalu mengungkapkan, pemahaman sebagian masyarakat mengenai penanganan penderita gangguan jiwa cenderung salah kaprah. Hal itu menyebabkan tindakan pemasungan masih terjadi.
Tahun 2013, diketahui ada 22 kasus pemasungan di Kulonprogo. Jumlah tersebut kemudian turun signifikan pada 2014 menjadi delapan kasus dan tiga kasus di tahun 2015. Tahun ini, hanya tercatat dua kasus yang masih dalam upaya bebas pasung.
Bebas pasung dilakukan secara bertahap bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Universitas Gajah Mada (UGM), Rumah Sakit (RS) Grhasia.
Pasien berupaya dibebaskan dari pemasungan dan dibawa ke RS Grhasia untuk menjalani perawatan intensif selama sekitar 1,5 bulan. Setelah kondisinya lebih stabil, pasien lalu dikembalikan kepada keluarga.
Bambang memaparan, bagian paling sulit dalam upaya bebas pasung adalah penerimaan masyarakat sekitar paska penanganan. Terkadang, beberapa kasus pemasungan yang sudah diatasi kembali terulang karena masih ada kekhawatiran jika penderita gangguan jiwa tetap dapat mengancam lingkungan sekitar saat kambuh.
Bambang menyontohkan satu kasus pemasungan yang kembali terjadi pada pasien program bebas pasung tahun lalu. Proses penanganannya masih berlanjut hingga kini. “Memang tidak dipasung seperti sebelumnya tapi ditaruh di kamar tersendiri dan dikunci,” ungkap Bambang.
Bambang menyadari pemahaman masyarakat mengenai gangguan jiwa perlu ditingkatkan. Masyarakat belum sepenuhnya yakin jika penanganan pasien gangguan jiwa pada dasarnya tidak berbeda dengan penyakit lain.
Kondisi pasien bisa tetap stabil dan bahkan beraktivitas seperti biasa jika disiplin meminum obat dan menjalani terapi. Pemerintah pun tidak begitu saja lepas tangan paska bebas pasung.
“Pasien tetap dalam pantauan kami, termasuk obatnya. Kalau terjadi sesuatu, langsung koordinasi dengan Grhasia,” kata Bambang.