SOLOPOS.COM - (JIBI/SOLOPOS/dok)

Solo (Solopos.com) – Panitia Khusus (Pansus) Pemakaman DPRD Kota Solo dan Dinas Kebersihan Pertamanan (DKP) saat ini tengah membahas wacana pelarangan pemasangan kijing atau batu nisan di tempat permakaman umum (TPU). Larangan tersebut sebagai bentuk antisipasi keberadaan lahan makam yang semakin kritis.

Sebelumnya, rancangan peraturan daerah (Raperda) Pemakaman hanya mengatur mengenai larangan pemasangan cungkup yang saat ini marak di lima TPU milik Pemkot. Namun seiring makin detilnya pembahasan, wacana larangan makin bertambah yaitu meliputi pula larangan pemasangan kijing.

Salah seorang anggota Pansus Pemakaman, Asih Sunjoto Putro menuturkan pembahasan Raperda Pemakaman saat ini berkaitan dengan larangan pemasangan kijing. “Sekarang ini di masyarakat ada kebiasaan mengecor lahan makam. Nah kalau sudah dikijing dan dicor kan menyulitkan kita untuk merealisasikan makam tumpuk,” jelasnya, Senin (13/6/2011).

Untuk mendukung pelaksanaan makam tumpuk serta makam sebagai ruang terbuka hijau (RTH), sambung Asih, Pansus maupun DKP berencana menerbitkan aturan larangan pemasangan kijing. Sebagai pengganti, ahli waris hanya boleh memasang batu prasasti pada lahan makam yang mencantumkan nama orang yang dikebumikan.

“Kami sepakati dalam rapat, ukuran prasasti makam adalah 40 x 40 sentimeter (cm). Dengan penentuan ukuran ini kami harapkan nantinya bentuk maupun ukuran prasasti menjadi standar dan seragam,” ujar Asih. Namun meski rencana larangan pemasangan kijing sudah dibahas, Asih menegaskan, pihak Pansus tetap akan mengundang warga untuk diajak bicara dalam agenda dengar pendapat. Melalui dengar pendapat itulah, nasib rencana pelarangan kijing akan dibahas apakah diterima ataukah ditolak warga. Jika ditolak semestinya ada cara lain untuk mengatasi persoalan kritisnya lahan makam di Kota Bengawan saat ini.

Senada ditambahkan anggota Pansus lainnya, Dedy Purnomo. Dia mengatakan, penggunaan batu prasasti memudahkan realisasi makam tumpuk. “Apabila makam tidak dicor dan dikijing melainkan hanya diberi batu prasasti, proses makam tumpuk nantinya bisa menjadi lebih mudah. Jadi apabila dalam satu liang akan dimasuki jenazah yang lain, pengelola permakaman tinggal menambahkan nama di batu prasasti,” ujar Dedy. Melihat rencana standarisasi batu prasasti yang lumayan besar, Dedy yakin bisa memuat tiga hingga empat nama.

Selanjutnya mengenai kekhawatiran masyarakat terkait rencana pembongkaran cungkup menyusul adanya larangan dalam Raperda, Dedy menjawab tidak perlu. “Masyarakat sebenarnya tidak perlu resah dengan gagasan pembongkaran cungkup lama. Sebab, Perda tidak berlaku surut yang artinya tidak mungkin cungkup yang sudah lama dibongkar karena dulu aturannya memang belum ada,” tegasnya.

aps

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya