SOLOPOS.COM - Ilustrasi palu pengadil (legalschnauzer.blogspot.com)

Kali ini penyebaran dokumen palsu aset Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu ditemukan di kawasan relokasi Parangtritis Baru

Harianjogja.com, BANTUL-Surat kekancingan yang diduga palsu beredar di kawasan Parangtritis. Kali ini penyebaran dokumen palsu aset Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu ditemukan di kawasan relokasi Parangtritis Baru, Dusun Mancingan Desa Parangtrtitis Kecamatan Kretek.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dari pantauan Harian Jogja, surat kekancingan berstempel Hamengku Buwana VII itu hingga kini sudah dikantongi oleh tiga orang warga penghuni kios yang dibangun sebagai tempat relokasi warga yang membuka usaha di tepi laut Pantai Parangtritis.

Ekspedisi Mudik 2024

Sl, salah satu penghuni kios yang memiliki surat kekancingan itu mengisahkan, sekitar pertengahan 2016 lalu, ia memang mendapatkan tawaran dari seorang pria yang sehari-harinya juga bertempat tinggal di kompleks relokasi itu. “Dia mengaku kerabat keraton. Ya saya percaya saja,” katanya saat ditemui kediamannya, Selasa (31/1/2017) siang.

Sementara untuk mendapatkan surat itu, lelaki tersebut mematok tarif sebesar Rp2 juta. Dengan profesinya yang hanya seorang pemulung, Sl jelas kesulitan jika harus menyiapkan uang sebanyak itu dalam waktu cepat. “Padahal, seperti yang dijanjikan dia, kalau saya punya surat itu, tidak ada yang bisa mengusir saya dari bangunan ini,” katanya.

Setelah menawar, akhirnya ia pun mendapatkan keringanan. Dirinya hanya diwajibkan membayar sebeesar Rp700.000 saja. Di luar tarif itu, ternyata ia masih diwajibkan membayar ongkos Rp50.000 per bulan yang sejauh ini baru dibayarkannya sebanyak tiga kali. “Saya sendiri tidak tahu, uang itu untuk apa. Anggap saja sebagai uang pengaman agar saya tidak diusir dari sini,” ucapnya.

Memang, keberadaan Sl dan beberapa warga lainnya dinilai ilegal. Pasalnya, dari total 328 kios dan 500 lebih los yang dibangun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul sejak 2010 lalu, masih ada sekitar 26 unit kios yang belum dimiliki oleh siapapun. “Itu berarti, kios-kios itu masih menjadi kewenangan dari Dinas Pariwisata Bantul,” kata Sekretaris Dinas Pariwisata (Dispar) Bantul Jati Bayubroto saat ditemui terpisah di ruangannya, Selasa (31/1) pagi.

Dijelaskannya, dari total seluruh kios, memang masih ada sekitar 26 unit yang belum berpenghuni. Itulah sebabnya, mantan Camat Banguntapan yang baru beberapa pekan menjabat sebagai Sekretaris Dispar itu terkejut saat melihat ruangan yang seharusnya kosong itu ternyata berpenghuni.

Lebih terkejut lagi ketika tiga diantara mereka mengaku mengantongi surat kekancingan dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Namun, khusus terkait surat itu, ia berani menjamin bahwa surat itu tak bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya.

Kepada wartawan, ia mengaku akan terus mengusut tuntas siapa okum oknum yang berada di balik masuknya penghuni ilegal itu. Tak hanya itu, ia pun akan terus melacak arah uang-uang setoran yang dibayarkan warga ilegal itu selama ini. “Karena jumlahnya beragam, antara Rp2-4 juta per tahun,” katanya.

Persoalan kawasan relokasi itu memang seolah tak pernah habis. Dari catatan Harian Jogja, persoalan yang muncul setidaknya sejak 2013 silam, masih saja seputar banyaknya penghuni ilegal. Modus mereka kebanyakan sama, yakni berdalih bahwa mereka merupkan bekas pedagang yang warungnya masuk dalam zona penertiban 2010 silam. “Selain itu ada juga yang menyewa dari penghuni lama. Padahal, sudah jelas bahwa kios itu tidak boleh disewakan. Kios itu hanya boleh digunakan secara gratis turun temurun,” tegas Jati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya