SOLOPOS.COM - Prosesi pemakaman jenazah Femi Adiningsih, Kamis (24/5) (JIBI/Harian Jogja/Switzy Sabandar)

Prosesi pemakaman jenazah Femi Adiningsih, Kamis (24/5) (JIBI/Harian Jogja/Switzy Sabandar)

SLEMAN—Sekitar seribu orang mengiringi pemakaman Femi Adiningsih di Kembangarum, Donokerto, Turi, Sleman, Kamis (24/5) siang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebelum mobil ambulans yang membawa jenazah Femi datang, area makam sudah dihadiri banyak pelayat, yang terdiri dari warga sekitar, rekan semasa kuliah di UAJY, dan para saudara serta kerabat lainnya.

Tepat pukul 12.30 WIB, mobil ambulan yang membawa jenazah Femi tiba di areal pemakaman dan prosesi pemakaman dilangsungkan tepat di sebelah pusara kedua orangtuanya.

Dalam sambutannya, Robertus Subandiyo, perwakilan keluarga Soempeno, meminta izin kepada warga sekitar untuk memakamkan Femi di dekat pusara orangtuanya, kendati ia tidak berdomisili di Donokerto, Turi.

“Semasa hidup Femi pernah berujar, ketika meninggal ingin dimakamkan di sebelah orangtuanya,” ujarnya.

Ibu Femi, Agnes Yohana Soempeno, telah meninggalkan Femi dan kakak perempuan satu-satunya, Isti Rahayu, pada 2000 silam. Enam tahun berselang, sang ayah, Paulus Soempeno, juga meninggalkan kedua anak perempuannya untuk selama-lamanya.

Bagus Dwi Danto, teman seangkatan Femi semasa kuliah di FISIP UAJY mengungkapkan, keakrabannya dengan Femi terjalin semasa kuliah, mengingat mereka satu angkatan. Selepas kuliah dan Femi pindah ke Jakarta, relasi di antara keduanya tetap terjalin.

“Kalau lagi ke Jogja, Femi sering kontak saya dan pergi bersama,” ujarnya.

Danto mengenal Femi sebagai sosok yang menyenangkan, supel, dan suka bercanda. Ia mengatakan, Femi selalu melakukan semua hal sendiri karena ia dituntut keadaan untuk mandiri. Termasuk ketika ia harus sering naik pesawat bolak-balik Indonesia-Jerman.

Sembari bercanda, lanjutnya, sekitar lima tahun lalu, Femi mengatakan berkeinginan membuat wasiat jika sewaktu-waktu terjadi apa-apa dengannya agar orang yang ditinggali tidak kesusahan jika harus meneruskan hal-hal yang biasanya dilakukan oleh dia.

Ingatan tentang wasiat Femi, imbuh Danto, justru terbersit ketika kecelakaan pesawat Sukhoi SJ100 marak marak diberitakan.

“Tapi saya tidak tahu apakah Femi jadi buat wasiat atau tidak,” tutur laki-laki yang mengaku kontak terakhir dengan Femi dilakukan pada 2009 melalui telepon.

Femi adalah salah satu korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor pada 9 Mei lalu.(ali)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya