SOLOPOS.COM - Candi Borobudur (Ilustrasi/Wikipedia)

Pelestarian budaya dongeng anak dilakukan Pondok Tingal di Magelang.

Semarangpos.com, SEMARANG-Sanggar Seni Pondok Tingal di kawasan Candi Borobudur Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, hingga saat ini terus melestarikan tradisi menggelar dongeng anak sebagai bagian dari upaya menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter bangsa kepada anak-anak di daerah itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Setiap Sabtu Pahing [Kalender Jawa] kami selenggarakan dongeng anak, mengundang anak-anak PAUD, TK, dan SD,” kata pemilik Sanggar Seni Pondok Tingal Ninik didampingi staf Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan Kecamatan Borobudur Budi Ismoyo di Borobudur, Sabtu (23/1/2016).

Ia mengatakan berbagai lakon tentang budi pekerti disuguhkan para pencerita yang berasal dari berbagai kalangan masyarakat, terutama para guru, tokoh seni, dalang, di tempat itu dengan pihaknya mengundang para siswa berasal dari berbagai sekolah di Kabupaten Magelang.

Pelaksanaan kegiatan, katanya, selama ini bisa di Gandok Sawitri, Pendopo Saraswati, di halaman atau taman di kompleks sanggar seni yang terletak sekitar 500 meter timur Candi Borobudur yang juga warisan budaya dunia tersebut.

Ia menyebut tradisi itu dirintis oleh pendiri kompleks Pondok Tingal, Boediardjo (1921-1997).

Pihaknya selama ini bekerja sama dengan UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Borobudur, terutama untuk mengundang para siswa dari berbagai sekolah agar datang ke Pondok Tingal setiap Sabtu Pahing guna mengikuti kegiatan dongeng anak.

“Seperti yang hari ini [Sabtu] ada sekitar 300 anak dari beberapa SD yang kami undang, pendongengnya Pak Junaidi, doktor pedalangan yang juga dosen ISI (Insitut Seni Indonesia) Yogyakarta. Bulan depan kami undang, anak-anak TK dan PAUD,” katanya sebelum acara tersebut.

Budi Ismoyo yang juga pegiat sanggar tersebut dan juga Koordinator Gabungan Seniman Borobudur (Gasebo) itu, mengemukakan tentang pentingnya upaya melestarikan tradisi mendongeng untuk anak-anak, baik dilakukan para orang tua di rumah masing-masing maupun para guru di sekolah.

“Cerita dan nilai-nilai budi pekerti yang disampaikan melalui mendongeng itu akan melekat hingga kelak anak menjadi dewasa dan membentuk kepribadian luhur mereka,” ujarnya.

Ia mengakui tradisi mendongeng untuk anak cenderung semakin ditinggalkan para orang tua, antara lain karena pengaruh perkembangan teknologi informasi.

Sebelum mendongeng melalui media wayang kulit pada Sabtu, Dalang Junaidi juga memperkenalkan karya film animasi tentang tokoh-tokoh wayang dan buku-buku tentang wayang, khusus untuk anak-anak PAUD, TK, SD, SMP, hingga SMA.

Pada kesempatan itu, Junaidi mendongeng menggunakan media wayang dengan lakon carangan “Pandawa Bejo Kurowo Cilaka”. Suguhan lakon selama sekitar setengah jam yang diiringi tabuhan gamelan itu, bercerita tentang terkabulnya kehendak baik keluarga Pandawa meskipun diganggu oleh para Kurawa.

“Dengan cara ini, selain menanamkan nilai-nilai budi pekerti, juga membuat kemasan yang menarik minat anak-anak terhadap wayang, sebagai warisan budaya bangsa,” ujar Junaidi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya