SOLOPOS.COM - Hotel Maliyawan Tawangmangu (Foto: Dokumentasi)

Hotel Maliyawan Tawangmangu (Foto: Dokumentasi)

SOLO—Walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi), membantah ikut bermain dalam proses pelepasan aset Hotel Maliyawan Tawangmangu ke Perusahaan Daerah Citra Mandiri Jawa Tengah (Jateng). Walikota kembali menegaskan Maliyawan bukan merupakan aset Pemkot Solo, melainkan Provinsi Jateng. “Itu (Maliyawan) kan bukan punya kita. Kalau punya kita baru (menyetujui). Wong bukan punya kita kok menyetujui,” ujar Jokowi saat ditemui di Balaikota, Kamis (13/9/2012).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Jokowi pun membantah menyalahi aturan seperti yang dilontarkan DPRD Solo belum lama. Pihaknya justru heran lantaran DPRD mempermasalahkan sesuatu yang tidak pada tempatnya. Seusai provinsi mengganti nilai bangunan itu kepada Pemkot medio 2007, imbuhnya, seluruh aset Maliyawan murni milik provinsi.

“Bangunannya kan sudah diganti. Kita di sana itu hanya menyewa, bukan pemilik,” terangnya.

Calon Gubernur DKI Jakarta ini justru meminta masalah tentang Maliyawan ditanyakan kepada pemilik sekarang atau Citra Mandiri. Saat ini, imbuhnya, Pemkot sudah tak mempunyai posisi untuk mengomentari Maliyawan. “Tanya saja pemiliknya. Wong tanah punya tetangga, sudah djual kok ribut,” tuturnya.

Sementara itu, Wakil Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo, mengaku bingung dengan sikap DPRD Solo. Wawali menyatakan, Pemkot pernah mengakomodasi usulan DPRD membeli Maliyawan. Lantaran ditolak provinsi, imbuhnya, down payment (DP) senilai Rp500 juta pun kembali ke tangan Pemkot.

“Akhirnya uang itu dimasukkan ke APBD Kota Solo. Waktu itu dewan juga mengiyakan. Jadi enggak ada masalah,” tegasnya.

Seandainya DPRD ngotot memaksa Pemkot mengambil alih aset Maliyawan, Rudy mempertanyakan kemampuan finansial Pemkot. Pasalnya, imbuh dia, alasan Pemkot melepas Maliyawan tak lain karena pertimbangan untung rugi.”Karena pemasukan dan pengeluaran tidak imbang makanya kami lepas. Sudah diperhitungkan dari sisi APBD-nya.”

Hemat Rudy, dibanding menebus Maliyawan yang tak jelas potensinya, APBD lebih baik dialihkan ke revitalisasi pasar tradisional. Menurutnya, masih banyak pasar yang membutuhkan dana pengembangan seperti halnya Pasar Klewer. “Mending ngurus pasar tradisional, lebih bermanfaat. Yang jelas sekarang Maliyawan itu haknya provinsi. Mau ditanami padi atau pohung ya terserah mereka,” kelakarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya