Pelemahan kurs rupiah menjelang puasa dan lebaran 2018 ini membuat pertumbuhan ekonomi berpotensi melambat.
Solopos.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) diminta berhati-hati dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Masalahnya, pelemahan rupiah bisa berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi yang melambat.
Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda
Ekonom Samuel Aset Manajemen (SAM), Lana Soelistianingsih, mengatakan dampak pelemahan nilai tukar bisa mebuat pertumbuhan ekonomi melambat. Saat ini, ekonomi Indonesia sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi momentum konsumsi rumah tangga yang meningkat. Karenanya, pelemahan nilai tukar akan menjadi penghambat bagi momentum tersebut.
“Ini kita mau masuk puasa dan lebaran, orang akan meningkatkan konsumsinya, harga tidak boleh melonjak,” katanya kepada Bisnis/JIBI, Minggu (18/3/2018).
Menurutnya, impor yang meningkat menjelang musim seperti ini adalah hal yang wajar. Tetapi jika nilai tukar rupiah naik, berarti barang impor tersebut akan menjadi mahal daripada harga sebelumnya.
Hal tersebut akan memberatkan pelaku usaha karena harus menanggung biaya yang lebih tinggi. Selain itu, kondisi ini merugikan konsumen karena harus membayar harga yang lebih tinggi.
Padahal, kata Lana, konsumsi rumah tangga berkontribusi 56,13% terhadap struktur PDB, dan momentum pertumbuhannya adalah hari raya seperti puasa dan lebaran ini.
Biasanya, ketika menghadapi tren konsumsi yang meningkat, BI akan cenderung memperbanyak uang yang beredar di masyarakat. Namun, hal tersebut berkemungkinan dibatalkan karena akan membuat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar semakin dalam.
Sebaliknya, jika BI tidak memperbanyak uang yang beredar, artinya kinerja ekonomi dipastikan tidak akan bisa mendapatkan pertumbuhan seperti yang diharapkan. “Karena momentumnya puasa dan lebaran ini,” imbuh Lana.