SOLOPOS.COM - Ilustrasi pekerja pabrik tekstil (JIBI/Bisnis/Dok)

Pelemahan rupiah yang terus terjadi memukul sektor industri TPT.

Solopos.com, SOLO — Memburuknya ekonomi secara global memukul industri tektil dan produk tekstil (TPT) di Tanah Air. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga membuat industri ini makin sulit.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jateng, Liliek Setiawan, menyampaikan melemahnya nilai tukar rupiah sangat membebani salah satu sektor industri unggulan Indonesia ini. Hal ini mengingat sekitar 97,7% bahan baku tekstil masih impor.

“Pelemahan nilai rupiah ini sangat signifikan karena membuat pengusaha sulit untuk menjual produk. Kalau di jual di dalam negeri, harga tidak mungkin dinaikkan tapi kalau mau dijual ke luar negeri sulit, mau dijual ke mana? Karena negara tujuan ekspor TPT juga mengalami pelemahan ekonomi,” ungkap Liliek saat dihubungi , Selasa (25/8/2015).

Menurut dia, kondisi ini menyebabkan ekspor terus menurun. Penurunan ekspor ini sudah mulai terjadi sejak nilai tukar rupiah melemah dinilai Rp9.000/dolar AS.

Dia mengungkapkan hingga saat ini secara nasional nilai ekspor TPT turun hingga 12% jika dibandingkan dengan Juli pada tahun sebelumnya (year on year/yoy).

Sementara itu, sejak tiga bulan yang lalu, ekspor TPT di Solo terus menunjukkan tren positif untuk volume dan nilai ekspor. Berdasarkan data yang berhasil dihimpun , volume ekspor sebanyak 30.698,77 kilogram (kg) pada Mei senilai US$630.105,3.

Bulan selanjutnya, ekspor melonjak hingga US$906.766,44 dengan volume 45.723,93 kg. Ekspor Juli tercatat naik signifikan, sebanyak 74.432,32 kg senilai US$1.354.852,29.

Liliek menilai volume dan nilai ekspor yang terus meningkat tersebut karena banyak perusahaan dari wilayah Jakarta dan sekitarnya yang berpindah ke Soloraya. Oleh karena itu, kapasitas produksi meningkat tajam yang memengaruhi jumlah ekspor.

Lebih lanjut, dia menyampaikan kondisi ekonomi yang terus terpuruk ini membuat beberapa pengusaha terpaksa merumahkan karyawannya atau mengurangi jam kerja.

Meski begitu, belum ada perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini karena cukup sulit untuk mencari karyawan di industri tekstil sehingga saat kondisi sudah normal, perusahaan bisa beroperasi seperti semula.

“Uniknya perusahaan tekstil, meski pabrik dihentikan, karyawan yang dirumahkan tetap diberi gaji sebanyak 50%. Hal tersebut dilakukan untuk mengikat karyawan sehingga ketika pabrik kembali beroperasi, tidak perlu lagi mencari tenaga kerja,” kata dia.

Corporate Secretary PT Sri Rejeki Isman, Welly Salam, menyampaikan pelemahan rupiah terhadap dolar ini memberi dampak yang positif. Hal ini karena perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara ini lebih banyak menggunakan komponen lokal, seperti rayon dan polyester.

“Meski kondisi ekonomi global lesu tapi permintaan ekspor masih sama karena pakaian merupakan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau. Apalagi ekspor dilakukan ke hampir 60 negara sehingga pada semester satu ekspor masih tetap tumbuh positif,” kata Welly.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya