SOLOPOS.COM - Suasana kegiatan pelatihan aktivis pemula diikuti perwakilan aktivis mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jogja, Sabtu (8/10/2016). (Sunartono/JIBI/Harian Jogja)

Pelatihan mahasiswa kali ini bertujuan mengingatkan kembali aktivis untuk tetap konsisten.

Harianjogja.com, JOGJA — Puluhan aktivis mahasiswa dari sejumlah kampus di Jogja mengikuti pelatihan yang digelar Social Movement Institute (SMI) dan Komnas Pengendalian Tembakau di Hotel Tjokro Style, Jalan Menteri Supeno, Umbulharjo, Kota Jogja, Sabtu (8/10/2016). Kegiatan bertajuk pelatihan aktivis pemula itu memberikan materi tentang praktek eksploitasi kekuatan kapital, salahsatunya industri rokok sekaligus memompa kembali naluri aktivis para mahasiswa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dewan pembina SMI, Eko Prasetyo menjadi salahsatu pemateri dalam memotivasi aktivis mahasiswa agar tetap konsisten dengan nilai yang mereka percaya. Ia membeberkan sejumlah cerita aktivis yang konsisten dengan sikapnya dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Termasuk cerita unik datang dari mahasiswa salahsatu perguruan tinggi di Surabaya yang dikeluarkan dari kampus karena aksi demonstrasi, tetapi kemudian justru mendapatkan beasiswa menempuh pendidikan di luar negeri setelah didrop out.

“Masih banyak aktivis yang tetap teguh dengan nilai yang ia yakini. Seperti Bahrudin yang mendirikan pendidikan alternatif Qaryah Thayyibah [di Salatiga, Semarang],” ungkap Eko di hadapan mahasiswa, Sabtu (8/10/2016).

Motivasi itu untuk membuat para mahasiswa mampu berperan heroik sebagai aktivis, terutama melawan segala bentuk ketidakadilan. Salahsatunya melihat praktek keseharian yang mereka lihat seperti merokok. Menurut Eko, industri rokok yang tak banyak memberikan kebaikan pada petani tembakau justru menjadikan mereka sebagai alat politik dan pembentuk opini. Akibatnya banyak petani tembakau yang dirugikan dengan pola pembelian usaha rokok lantaran tidak transparan dalam memberi keuntungan ke petani.

Hal itu, kata dia, masih diperuncing dengan ekspansi perusahaan rokok yang membuat strategi dengan memberikan bantuan kepada berbagai kegiatan dengan menyasar kalangan aktivis, seniman hingga kalangan pelajar. “Jadi seakan perusahaan rokok ini adalah dewa penyelamat untuk semua hajat hidup rakyat. Padahal itu mereka berdiri di atas keyakinan palsu tentang mitos petani tembakau yang makmur,” tegasnya.

Communication Officer Komnas Pengendalian Tembakau Nina Samidi dalam kesempatan itu menyatakan, Indonesia saat ini dalam keadaan darurat rokok. Indonesia sudah nomor ketiga jumlah perokok tertinggi di dunia. Apalagi Indonesia belum aksesi FCTC (framework convention on tobacco control) di bawah WHO. Saat ini tercatat 180 negara yang sudah ratifikasi dan aksesi, namun Indonesia belum. Seluruh dunia sudah menganggap adanya epidemi bahaya rokok. Oleh karena itu perlu dibangun benteng karena dampak rokok baru akan terasa pada 10 hingga 15 tahun kemudian.

Pihaknya memberi pembekalan kepada para mahasiswa karena industri rokok seringkali menyasar anak muda. Karena faktanya rokok hanya memperkaya pengusahanya, sementara petani dan perokoknya tetap miskin. “Apalagi mereka ini mahasiswa harusnya lebih kritis, peka terhadap lingkungan ,” ungkap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya