SOLOPOS.COM - Peserta mempraktikkan cara kerokan pada Pelatihan Kerokan di Pagelaran Keraton Kasunanan Surakarta, Minggu (27/4/2014). Dalam pelatihan tersebut peserta dapat mengetahui cara yang benar ketika kerokan. (Septian Ade Mahendra/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Forum Pengobat Tradisional bekerja sama dengan Nakamura, Asosiasi Pengobat Ramuan Tradisional Indonesia (Aspetri), Paguyuban Terapis Surakarta (Patria) dan Asosiasi Para Pemijat Pengobat Indonesia (AP3I), Minggu (27/4/2014), menyelenggarakan pelatihan kerokan.

Pagelaran Keraton Solo yang menjadi lokasi pergelaran itu pun menjadi beraroma minyak gosok. Di ruangan berlangit-langit biru itu puluhan peserta antusias mempraktikan teknik kerokan yang baru mereka dapatkan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pagelaran keraton sengaja dibuat menjadi dua bagian untuk acara tersebut. Bagian pertama tanpa sekat digunakan peserta pria, sementara bagian tertutup sekat digunakan peserta wanita. Sejumlah peserta mulai berjajar rapi. Secara sukarela satu dengan yang lain bergantian mengerok, sementara yang lain menjadi klien.

Tak berapa lama, peserta mulai mempraktikkan teknik kerokan. Alat yang digunakan untuk kerokan pun berbagai macam seperti sendok keramik, mata uang logam, batu giok, tanduk kerbau, tutup gelas, dan peralatan alam lain dengan tepi tumpul. Perlahan-lahan peserta mengerok punggung klien dengan metode yang disampaikan instruktur di sela-sela praktik. ”Sudutnya 45 derajat, di punggung bagian kanan dan kiri, leher, tangan, dan bagian lain sesuai keluhan klien. Jangan ngeroki pada tulang belakang,ya,” kata salah seorang instruktur.

Teknik yang juga disebut scraping therapy itu menurut salah seorang pembicara pelatihan, dr.Sjafiq PA, itu tak bisa dilakukan sembarangan. Dokter yang mempelajari dan mendalami pengobatan tradisional itu menyatakan kerokan diperbolehkan menurut ilmu kesehatan jika tekniknya benar. Teknik kerokan yang benar salah satunya dilakukan dengen menstimulasi titik akupunktur.
Tak berapa lama susai mempraktikkan teknik kerokan, punggung relawan mulai berwarna-warni. Warna merah keunguan, kata dr.Sjafiq PA, menunjukkan stasis darah sudah lama, riwayat sakit lama, parah, dan prognosanya jelek.

Wakil Walikota Solo, Achmad Purnomo, menyambut baik pelatihan kerokan. Menurutnya kerokan adalah salah satu budaya leluhur yang harus dilestarikan. ”Solo itu tidak punya sumber daya alam, yang menjadi warisan berharga adalah khasanah budayanya. Kerokan yang terlihat sepele pun, ternyata harus menggunakan teknik dan tak bisa sembarangan,” kata dia.

Pelatihan kerokan itu, diikuti sekitar 150 peserta yang berasal dari praktisi kesehatan, masyarakat umum dan mahasiswa. Salah seorang peserta pelatihan, Ciptono saat ditemui Espos mengaku jauh-jauh dari Banyumas karena ingin mempelajari teknik kerokan dengan benar. ”Saya suka mengikuti pelatihan bertemakan pengobatan herbal dan tradisional. Meskipun kerokan sudah seperti budaya, namun harus dilatih agar efek kerokan dapat terasa,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya