SOLOPOS.COM - Redaktur Harian Umum Solopos, Yonantha Chandra Permana [berdiri], memberikan materi tentang Press Release dan Hak Jawab, pada Pelatihan Jurnalistik How To Handle the Press Well yang digelar Lembaga Pelatihan Jurnalistik Solopos (LPJS), di Griya Solopos, Rabu (9/9/2015). (Muhammad Irsyam Faiz/JIBI/Solopos)

Pelatihan jurnalistik Solopos yang digelar LPJS mengambil tema How To Handle the Press Well.

Solopos.com, SOLO – Orang-orang yang bekerja di bidang Hubungan Masyarakat (Humas) kerap berhubungan dengan wartawan dari berbagai media. Namun apa jadinya jika yang ditemui justru bukan wartawan profesional atau wartawan abal-abal.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Oknum yang kerap mengaku-ngaku sebagai wartawan itu biasanya datang untuk menggali informasi dan menanyakan sebuah kasus. Namun tujuannya hanya untuk memeras dan mengambil keuntungan. Para pejabat humas diminta tidak takut menghadapi wartawan abal-abal.

Redaktur Harian Umum Solopos, Ichwan Prasetyo, saat memberikan materi pada pelatihan jurnalistik How To Handle the Press Well yang digelar Lembaga Pelatihan Jurnalistik Solopos (LPJS), Rabu (9/9/2015) menyampaikan ada beberapa jenis wartawan abal-abal.

Di antaranya mereka yang bukan wartawan tapi mengaku wartawan dan mereka yang memang wartawan profesional, tapi menyalahgunakan profesinya untuk mengambil keuntungan dari narasumber.

“Mereka [wartawan abal-abal] memang sering mengganggu institusi humas [hubungan masyarakat],” kata Ichwan. Menurut dia, para pejabat humas tidak perlu panik menghadapi model wartawan yang seperti itu. Kuncinya, harus mengetahui kerja wartawan profesional dengan memahami Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

“Harus tahu kerja wartawan. Jika tidak tahu, bisa-bisa malah menghalangi kerja wartawan yang memang sudah profesional,” kata dia.

Ichwan mengatakan pejabat humas harus bisa memilah mana wartawan yang profesional dan mana yang abal-abal. Jika bertemu wartawan profesional harus dilayani. Tapi ketika menjumpai wartawan abal-abal, maka wajib ditolak.

“Caranya dengan mengetahui modusnya. Biasanya mereka minta penjelasan sebuah kasus. Namun, tujuannya bukan itu [mengetahui kasus itu] tapi untuk menakut-nakuti. Agar mereka bisa mendapatkan keuntungan bahkan memeras. Solusinya ya harus berani,” kata dia.

Bila perlu, lanjut Ichwan, pejabat humas jangan ragu untuk melaporkannya ke polisi. Hal itu karena pemerasan yang dilakukan wartawan sudah masuk ranah pidana.

Salah seorang peserta , Tunjung Hanur Doyo, mengaku mendapatkan banyak pengetahuan tentang jurnalistik setelah mengikuti pelatihan ini. “Sekarang sudah tahu, mana wartawan profesional, mana yang wartawan abal-abal,” ucap Staf Pemberitaan Media Massa Humas Pemkab Sukoharjo itu.

Manager Promosi PT. Aksara Solopos, Amir Tohari, mengatakan pelatihan untuk memperingati 18 tahun Solopos ini diikuti oleh 15 peserta. Mereka berasal dari perwakilan pejabat humas Pemkab dan Dinas Pendidikan Kabupaten se-Soloraya.

“Mereka kan sering berhubungan dengan media. Harapannya setelah pelatihan ini mereka jadi tidak gagap lagi menghadapi media dan bisa mengatasi wartawan abal-abal.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya