SOLOPOS.COM - Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, memberi keterangan kepada wartawan. (Solopos.com/M. Aris Munandar)

Solopos.com, WONOGIRI — Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, mengkritisi pendapat pihak-pihak yang memprotes kebijakan Pemerintah Kabupaten Wonogiri tentang pelarangan penyelenggaraan hajatan atau resepsi pernikahan. Pihaknya juga siap jika harus beradu data tentang efek diberlakukannya hajatan.

Jekek, sapaan akrab Joko Sutopo, kepada Solopos.com, Kamis (20/1/2021), mengatakan hingga saat masih ada pihak-pihak yang melontarkan kritik tentang pelarangan hajatan di media sosial, terutama dari kalangan pekerja seni di Wonogiri.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Gunung Sinabung Kembali Erupsi, Status Masih Siaga

Menurut dia, dilarangnya penyelenggaraan hajatan atau resepsi pernikahan karena kegiatan itu berdampak pada mobilitas kaum boro yang pulang kampung. Padahal, klaster perjalanan dari kota-kota besar berkontribusi banyak terhadap penambahan kasus Covid-19 di Wonogiri.

Jekek tidak mempermasalahkan adanya perbedaan pendapat terkait pelarangan hajatan. Namun secara substansi pendapat itu harus bisa dipertanggungjawabkan.

Pemkab mempunya data dan informasi yang akurasinya obyektif. Jika tidak setuju, dipersilahkan membaca data yang menunjukkan bahwa klaster perjalanan sumber terbanyak penularan Covid-19.

“Bahwa di masa pandemi ini terjadi kontraksi benar adanya. Tapi tidak bisa dikatakan suatu kebijakan tidak berpihak kepada satu profesi. Kondisi saat ini harus disikapi bersama agar persebaran Covid-19 ini bisa menurun,” ungkap dia.

Menurut Jekek, tidak semua pelaku seni protes terhadap pelarangan hajatan, hanya sebagian kecil saja. “Kami hormati pendapat mereka. Baca statistik epidemiologi Covid-19, kemudian silahkan berpendapat. Agak dewasa sedikitlah dalam berpendapat itu,” ujar dia.

Bandingkan Daerah Lain

Alasan yang sering dilontarkan, menurut Jekek, selalu membandingkan daerah lain yang diperbokehkan menggelar hajatan. Padahal, daerah yang memperbolehkan hajatan hanya sebagian kecil saja. Seharusnya pendapat itu bisa memberi edukasi ke masyarakat. Jangan memberi informasi yang tidak terukur kepada masyarakat.

“Suruh menunjukkan pihak yang menolak pelarangan hajatan, berapa kabupaten yang memperbolehkan hajatan. Hitung saja berapa? Mayoritas melarang hajatan. Tapi kalau hanya sebatas ijab qobul diikuti keluarga dan tetangga terdekat, maksimal 30 orang boleh,” tagas Jekek.

Ia menjelaskan, pandemi Covid-19 ini hampir berdampak ke seluruh jeinis pekerjaan. “PKL alun-alun saja kami suruh libur dan diberi pemahaman nurut lho,” kata dia.

Satpol PP Karanganyar Minta Jogo Tonggo Ikut Awasi Pedagang

Menurut dia, pihaknya sudah pernah mengajak diskusi kepada para pekerja seni. Pada saat itu sebagian besar setuju jika untuk sementara waktu hajatan dilarang. Jika berkenan, pihaknya pun siap memfasilitasi pertemuan untuk membahas pelarangan hajatan.

“Beberapa waktu lalu Pemkab sudah pernah mengundang, tapi tidak hadir. Kalau punya kritik atau aspirasi, silahkan disalurkan di ruang yang tepat. Jangan membuat spekulasi di masyarakat,” kata Jekek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya