SOLOPOS.COM - Demo pabrik tripleks : Kepala Sekuriti Pabrik (kanan) saat menerima dokumen terkait penolakan IPT dan peringatan Satpol PP Sleman dari dua sesepuh warga Depok, Ambarketawang, Gamping, Sleman dalam aksi Minggu (30/8/2015). (JIBI/Harian Jogja/Sunartono)

Pelanggaran izin diduga dilakukan sebuah pabrik tripleks.

Harianjogja.com, SLEMAN – Sedikitnya 30 warga Dusun Depok, Ambarketawang, Gamping, Sleman menuntut penutupan pabrik tripleks di wilayahnya, Minggu (30/8/2015) pagi. Selain menimbulkan dampak lingkungan, pabrik itu beroperasi secara ilegal dengan menyalahgunakan izin.

Promosi Pemimpin Negarawan yang Bikin Rakyat Tertawan

Puluhan warga berkumpul di sebuah pertigaan kecil berjarak sekitar 20 meter dari pintu pabrik. Mereka berasal dari RT 02 dan RT 03 di RW 30 yang wilayahnya terdampak beroperasinya pabrik tripleks.

Ekspedisi Mudik 2024

“Jangan ada yang mendekat ke pabrik, jangan ada yang merusak dan mengeluarkan kata-kata kotor,” ungkap Moko memberikan orasinya di hadapan warga, Minggu (30/8/2015).

Setelah berorasi secara tertib sekitar 30 menit, diwakili oleh sesepuh warga, Juwadi dan Ahmad Wunarso yang juga Ketua RW 30 mendatangi pabrik. Kedua sesepuh itu menyerahkan sejumlah dokumen dari Pemkab Sleman perihal penolakan ijin pemanfaatan tanah (IPT) serta surat peringatan dari Satpol PP Sleman.

Di dalam pabrik masih berlangsung aktifitas pembuatan tripleks oleh puluhan karyawan pada Minggu (30/8/2015) pagi. Kepala Sekuriti Pabrik Rahman berjanji akan menyampaikan pesan warga itu kepada pimpinan. Saat demo berlangsung pimpinannya sedang tidak berada di Pabrik tersebut.
“Kebetulan sepi hanya ada karyawan yang sedang bekerja. Kami akan sampaikan ini [dokumen] ke pimpinan,” ujarnya singkat.

Ahmad Wunarso menegaskan, aksi itu untuk mendukung langkah Pemkab Sleman. Karena sudah ada peringatan dari Satpol PP agar pabrik segera ditutup karena dalam prakteknya menyalahgunakan IPT. Izin yang diberikan hanya satu gudang tripleks melalui Keputusan Bupati Sleman Nomor 101.IPT/Kep.KDH/A/2014. Tetapi prakteknya ada empat gudang di sisi kiri dan kanan jalan utama desa dan sebuah tempat beroperasinya industri kayu lapis. Pabrik itu juga dinyatakan bersalah melalui putusan PN Sleman Nomor 78/Pid.C/2015. PN.SMN karena menjalankan usaha tanpa izin gangguan. Pendirian pabrik itu tanpa sosialisasi ke warga. Karena itu pihaknya meminta agar pabrik itu secepatnya ditutup.

“Tidak ada titik temu, intinya warga tidak setuju,” kata dia.

Warga lainnya, Moko menambahkan selain dampak lingkungan keberadaan pabrik juga menimbulkan dampak sosial. Aktifitasnya memunculkan debu dan menganggu lalu lintas warga karena keluar masuk truk. Sisi sosial kata dia, pabrik yang tidak memiliki kantin menimbulkan sampah puntung rokok karyawan berhamburan di berbagai gang. Bahkan terdapat sebuah bangunan kosong yang kerap jadi tempat mangkal karyawan menjadi kumuh karena ada ribuan puntung rokok.

“Satu lagi mohon maaf ini, kadang ada warga perempuan lewat digoda secara verbal sama karyawan yang sedang nongkrong,” ujarnya.

Sumber Harianjogja.com, pabrik itu memiliki sekitar 300 karyawan beroperasi selama 24 jam dengan tiga kali pergantian. “Sebenarnya ada manfaatnya juga karena, tak sedikit warga yang secara ekonomi ikut merasakan seperti penjemuran kayu itu dilakukan warga lokal di rumah-rumah mereka,” ungkap sumber itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya