SOLOPOS.COM - Arif Budisusilo (Istimewa/Dokumen pribadi)

Nama Mbak Rara tiba-tiba saja ngetop. Perempuan pawang hujan itu bernama lengkap Raden Rara Istiati Wulandari. Meski lahir di Papua, Mbak Rara sebenarnya berdarah Jawa. Tepatnya dari Yogyakarta.

Perempuan yang lahir 39 tahun silam itu kini tinggal di Denpasar, Bali. Selain dikenal sebagai pawang hujan, Mbak Rara juga punya keahlian sebagai paranormal, serta ahli Tarot.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Aksi unik Mbak Rara saat ritual di depan paddock Sirkuit Mandalika, Minggu (20 Maret 2022) di tengah hujan dengan membawa cawan, menarik perhatian publik Indonesia. Juga dunia. Ini karena Mbak Rara muncul saat jutaan mata tertuju pada arena balap MotoGP yang mendatangkan banyak pebalap kampiun dunia itu.

Mbak Rara pun banyak yang memuji, sebaliknya banyak pula yang mencaci. Sesaat, MotoGP Mandalika 2022 lantas menjadi ‘bulan-bulanan’. Ada yang bilang syirik. Tak sedikit yang membuat pernyataan paradoksal: dunia memasuki era metaverse, Indonesia melestarikan klenik.

Lihat pula para komentator di media sosial. Banyak pula yang menganggap syirik, pun sirik. Ada yang komentar, Mbak Rara sudah dibayar mahal-mahal, toh masih tetap saja hujan. Saya kira Anda tahu dari banyak berita, bayaran Mbak Rara per hari Rp5 juta.

Misi Mbak Rara adalah ‘mengendalikan cuaca’ di Mandalika, selama 21 hari. Jadi total bayaran Mbak Rara berjumlah Rp105 juta. Angka yang relatif besar. Saya coba cek sana-sini dari berbagai berita, ternyata Mbak Rara bukan cuma bertugas mengendalikan hujan dalam konteks ‘menghentikan’ turunnya hujan saat jalannya race.

Ternyata, Mbak Rara juga bertugas ‘mendatangkan’ hujan. Supaya lintasan tidak panas saat dipergunakan. Juga supaya aspal lintasan tidak rusak saat pengaspalan ulang. Pokoknya, ringkas kata, tugasnya komplet, untuk turut menyukseskan gelaran balapan di Sirkuit Mandalika.

Saya tidak bermaksud membahas aksi ritual perempuan yang masa kecilnya diketahui sebagai indigo itu. Dalam pengamatan saya, aksi Mbak Rara—dengan segala respons publik yang menyertainya—menunjukkan banyak dimensi lain; bahwa hidup kita ini ternyata penuh warna. Ada rasionalitas, modernitas, tradisionalitas bahkan spiritualitas. Ada global perspective, juga banyak local wisdom. Kearifan lokal.

Terserah saja, bagaimana memaknainya. Apalagi di Jawa, ada istilah ‘lawaran’ dan ‘lambaran’. Kosongan atau isi. Bukan soal mistifikasi, tetapi ada realitas kultural yang tidak bisa dihindari. Termasuk berhitung soal hari baik dan hari buruk. Soal yin dan yang.

Namun sekali lagi saya tidak ingin membahas hal itu. Karena bukan ahlinya. Tidak benar-benar paham. Khawatir keliru. Kalaupun bener, takut menjadi ora pener.

***

Saya sengaja menyinggung soal Mbak Rara, lantaran tertarik dengan multiplier effect dari aksi ritualnya. Melihat heboh Mbak Rara, saya justru melihat ‘peran’-nya bukan dari sekadar profesi pawang hujan yang dijalaninya di sirkuit Mandalika. Bacaan saya beyond, lebih dari itu.

Kehadiran Mbak Rara membuat Mandalika lebih menjadi cerita. Bagi pariwisata, Mbak Rara adalah attraction. Atraksinya bukan semata balapan motor kelas dunia itu sendiri, tetapi atraksinya justru menjadi semakin kuat karena ‘kehadiran’ Mbak Rara.

Saya, terus terang, tidak ingin cari tahu apakah aksi Mbak Rara itu sebuah kebetulan, atau by design atau hasil dari sebuah rancangan. Dan kalaupun aksi itu by-design, saya enggak pengin tahu juga, siapa yang merancangnya.

Saya hanya tahu, seperti cerita Mbak Rara yang dikutip banyak media, salah satu yang merekomendasikannya adalah Menteri BUMN Erick Thohir. Erick membenarkan saat saya tanyakan kepadanya.

Dugaan saya, Erick merasa bertanggung jawab agar event MotoGP Mandalika 2022 ini sukses. Bukan semata karena sirkuit Mandalika tahun ini menyandang nama resmi Pertamina, salah satu BUMN di bawah tanggung jawab Menteri BUMN. Lebih dari itu, kawasan Mandalika sendiri dikelola oleh badan usaha yang mengurusi bisnis pariwisata di bawah BUMN pula.

Kawasan Mandalika saat ini dimiliki oleh Indonesia Tourism Development Corporation. ITDC adalah anak usaha Aviata, holding pariwisata BUMN yang belum lama terbentuk. Sedangkan sirkuit Mandalika, yang menjadi ajang balapan MotoGP, tahun ini disponsori oleh Pertamina.

Selaku sponsor, BUMN itu berhak menyematkan nama dalam sirkuit tersebut sebagai Pertamina Mandalika International Street Circuit. Selain itu, Pertamina juga menyeponsori ajang balapan tersebut tahun ini, sehingga balapan MotoGP Mandalika 2022 itu diberi nama Pertamina Grand Prix of Indonesia.

Dengan gambaran semacam itu, saya mencoba memahaminya dari atas helikopter. Atraksi Mbak Rara telah menjadi gimmick pemasaran pariwisata yang luar biasa. Anda pasti tahu, Mandalika adalah salah satu destinasi wisata super prioritas, yang dikembangkan di antara 10 destinasi wisata baru yang lain. Dulu, konsepnya adalah “10 Bali Baru”. Selain Mandalika, kawasan Borobudur di Jawa Tengah adalah salah satu di antaranya.

Kawasan Mandalika terletak di bagian Selatan Pulau Lombok, yang ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus pada tahun 2014, sebagai KEK Pariwisata. Dengan area seluas 1.035,67 hektare dan menghadap Samudera Hindia, Mandalika sejak awal diharapkan dapat mengakselerasi sektor pariwisata Nusa Tenggara Barat yang sangat potensial.

Kawasan Mandalika menawarkan keunikan wisata bahari dengan pesona pantai dan bawah laut yang memukau. Nama kawasan itu merujuk legenda putri cantik, yaitu Putri Mandalika. Setiap tahun, masyarakat Lombok Tengah merayakan upacara Bau Nyale, yaitu ritual mencari cacing laut yang dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika.

Dengan demikian, jelas bahwa gelaran MotoGP 2022 di Mandalika adalah bagian dari atraksi wisata NTB. Maka, jelas akhirnya, aksi ritual Mbak Rara menjadi “atraksi dalam atraksi” yang justru bisa mengungkit rasa penasaran dan keingintahuan terhadap destinasi baru di timur Bali ini.

Kita semua tahu, kunci sukses pariwisata ada pada 3A, yakni Akses, Atraksi dan Amenity. Ketiganya tidak bisa saling dipisahkan. Tanpa atraksi yang bagus, meskipun ada akses jalan dan infrastruktur yang bagus, turis belum tentu ingin datang dan menginap meski terdapat amenity alias penginapan yang bagus. Singkat kata, percuma saja kalau tidak ada atraksi yang menarik.

Rasanya, MotoGP Mandalika dengan atraksi Mbak Rara lumayan memberi harapan. Lombok menjadi semakin dikenal, terutama dengan keunikannya. Tak perlu promosi mahal-mahal ke banyak negara di dunia, aksi Mbak Rara malah langsung menghunjam ke banyak turis mancanegara.



Rasanya momentumnya sudah sangat tepat. Setelah wabah Covid-19 mulai memasuki era transisi dari pandemi menuju endemi, inilah saatnya. Apalagi Indonesia tahun ini menjabat keketuaan dalam forum G-20. Akhir tahun ini, para pemimpin dari 20 negara maju itu akan bertemu di Bali. Bukan tidak mungkin kemudian Lombok akan kian favorit menjadi tujuan wisata.

Rasanya, ikhtiar tak boleh berhenti. Setelah membangun infrastruktur yang memadai, ciptakan atraksi yang baik, agar turis datang. Dan menginap. Semakin banyak atraksi menarik, maka turis akan menginap lebih lama.

Di era adiksi social media sudah merasuk ke kehidupan sehari-hari publik dewasa ini, baik dalam skala nasional maupun global, tak perlu promosi mahal dengan cara-cara lama. Banyak cara baru yang lebih jitu. Not just tell it, but show it.

Cukup pertontonkan atraksi yang unik dan relevan, maka turis akan terkesan dan kembali datang. Biar ekonomi pulih dengan kapasitas yang lebih leluasa. Hanya itu rumusnya. Dan itu pula pelajaran yang dapat dipetik dari Mbak Rara.

Nah, bagaimana menurut Anda? (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya