SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA -- AMAR Law Firm and Public Interest Law Office dan beberapa pegiat hak atas pendidikan menemukan 72 laporan dari pelajar dan mahasiswa yang dilarang dan diancam sanksi jika mengikuti demonstrasi bertajuk #ReformasiDikorupsi.

Laporan itu masuk dalam waktu satu hari pada 29 September 2019. Ke-72 pengaduan terkait kebebasan berpendapat atau pelanggaran hak atas pendidikan itu tersebar di 15 provinsi di Indonesia terkait demonstrasi menolak UU KPK hasil revisi dan sejumlah RUU bermasalah lainnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

"Provinsi tersebut adalah Riau, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara Timur," kata aktivis HAM Alghiffari Aqsa dalam keterangannya, Senin (14/10/2019).

Sebanyak 72 laporan tersebut terdiri atas 38 pengaduan terkait dengan pelanggaran dari 37 kampus, dan 34 laporan dari 32 sekolah. Laporan itu terkait pelanggaran hak kebebasan berpendapat melalui melalui berbagai ancaman.

Ekspedisi Mudik 2024

Dia mengungkapkan pelanggaran hak kebebasan berpendapat itu dilakukan dengan berbagai cara mulai dari surat edaran lepas tangan dari aksi, ancaman drop out (DO), pemukulan fisik oleh staf sekolah, hingga dijemur. Kemudian ancaman lain yakni, ditangkap dengan sewenang-wemang, dipukul, ditendang, ditoyor, diintimidasi secara seksual dengan ditakut-takuti akan ditahan dan disodomi oleh penghuni tahanan.

"Selain fakta di atas, kami menemukan banyak pengadu yang takut pengaduannya ditindaklanjuti karena khawatir akan menimbulkan masalah lain yang lebih berat, seperti dikeluarkan dari kampus/sekolah," jelasnya.

Terkait keterlibatan pelajar berusia anak, AMAR menyebut Konvensi Hak Anak mengatur kebebasan anak untuk menyampaikan pandangannya secara bebas. Pembatasan hanya bisa dilakukan melalui undang-undang, bukan dengan surat edaran, ancaman, ataupun sanksi.

"Kekerasan yang terjadi dalam demonstrasi Reformasi Dikorupsi, sumber terbesar bukanlah pada massa aksi, melainkan oleh aparat yang tidak profesional menjalankan protap. Kami menyayangkan banyaknya korban akibat kekerasan dari aparat," tegasnya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka AMAR dan para pegiat hak atas pendidikan mendesak:

1. Seluruh kampus/sekolah yang memberikan sanksi, baik drop-out ataupun peringatan, untuk mencabut sanksinya.

2. Seluruh kampus/sekolah yang memiliki peraturan yang melarang untuk demonstrasi untuk mencabut larangannya.

3. Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pengawasan dan memberikan teguran kepada Dinas Pendidikan dan sekolah yang memberikan sanksi kepada anak yang mengikuti demonstrasi.

4. Komnas HAM dan Ombudsman melakukan pengawasan dan memberikan teguran kepada kampus dan institusi pemerintahan yang melanggar kebebasan berpendapat dan hak atas pendidikan.

5. Kemenristek Dikti dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk tidak mendorong pelarangan untuk menyampaikan pendapat, serta mengevaluasi kampus/sekolah yang melakukan pelanggaran.

6. Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk tidak terlibat dalam setiap upaya menghambat setiap warga negara dalam menyampaikan aspirasinya. Kepolisian harus menjaga setiap demonstrasi dengan tanpa kekerasan, terlebih dalam demonstrasi yang dilakukan oleh anak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya