SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

F Suryadjaja, Dokter di Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali

Pemahaman kebanyakan orang aktivitas jalan kaki merupakan aktivitas ”bertransportasi” yang paling aman. Pemahaman itu kini tampaknya mulai terusik. Jangan-jangan pemahaman tersebut terselimuti oleh realitas pengendara sepeda motor sebagai penyumbang utama banyaknya korban kecelakaan lalu lintas (KLL).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Aktivitas berjalan kaki tidak poluler di kota-kota besar sehingga pejalan kaki jarang diperhatikan sebagai penyumbang fatalitas KLL  di jalan raya. Padahal, tidak sedikit individu lanjut usia (lansia) dan anak-anak tidak tertolong jiwanya saat menjadi korban KLL.

Tubuh manusia tersusun dari material relatif lunak berupa organ kulit, sekumpulan otot dan tulang belulang. Tubuh manusia tidak layak bila mengalami benturan keras dengan struktur moda transportasi bermotor yang terbangun dari material logam. Apalagi ketika kendaraan bermotor itu melaju dengan kecepatan tinggi. Momentum benturan yang tercipta praktis menimbulkan trauma tumpul yang parah hingga meninggal seketika. Dalam ilmu Fisika, momentum merupakan hasil perkalian antara massa kendaraan bermotor (m) dengan laju kendaraan (v).

Di kebanyakan negara berkembang, pejalan kaki sebagai salah satu pengguna jalan raya menempati prioritas kedua. Jika pejalan kaki berkehendak melintasi ruas jalan, mereka harus menunggu giliran dengan cara mendahulukan kendaran bermotor lewat. Ini paradoksal dengan negara maju, di mana pejalan kaki mendapat prioritas pertama bila kebetulan melintas di jalan raya. Kendaraan bermotor berhenti sejenak memberikan kesempatan kepada pejalan kaki untuk menyeberang.

Di kawasan perkotaan di Indonesia, jumlah pejalan kaki yang menggunakan fasilitas jalan raya masih di bawah jumlah kendaraan bermotor. Bila pejalan kaki mengalami KLL, kemudian disejajarkan dengan nasib sial dan membuat keheranan banyak orang. Akan tetapi, di Costa Rica, salah satu negara berkembang di Amerika Tengah, pejalan kaki justru menyumbang 57% dari korban fatal KLL. Fenomena ini seolah berepresentasi pada angka fatalitas 75%, di mana sembilan pejalan kaki dari 12 korban KLL di Kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat baru-baru ini, meninggal.

Rendahnya toleransi tubuh terhadap benturan memengaruhi keseriusan dan fatalitas trauma KLL. Tambahan pula, tubuh manusia bersifat lembam (hukum Newton). Tatkala berbenturan dengan kendaraan bermotor berkecepatan tinggi, pejalan kaki mendadak mengalami percepatan gerak. Manifestasinya berupa terpental atau terlindas. Pengendara sepeda motor masih terlindung oleh helm pengaman. Sebaliknya, pejalan kaki tidak memiliki pelindung apa pun kecuali pelindung tubuh setebal sehelai pakaian.

KLL merupakan masalah kesehatan publik yang serius. Masalah ini menjelma akut mengingat korban adalah orang sehat sebelum KLL terjadi. Dengan mengusung tema Youth and Road Safety pada April 2007, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mewartakan 400.000 manusia berusia muda meninggal tiap tahun di jalan raya. KLL banyak menimpa anak yang bermain layang-layang di ruas jalan, pejalan kaki, pengayuh sepeda, pengendara kendaraan bermotor usia muda dan penumpang kendaraan umum. Mayoritas korban tewas terjadi di negara dengan pendapatan per kapita yang rendah atau menengah.

Kasus mobil menabrak pejalan kaki di kawasan Tugu Tani, Jakarta pada Minggu (22/1/2012) lalu boleh jadi ditempatkan sebagai titik awal perlunya upaya meningkatkan kewaspadaan akan keselamatan berlalu lintas bagi pejalan kaki, tidak semata lagi bagi pengendara kendaraan bernotor atau tidak bermotor. Jika keberadaan trotoar tidak menjamin keselamatan bagi pejalan kaki atau penggemar olahraga jalan kaki pada saat hari libur, menjadi keniscayaan bagi kehadiran jalur city walk atau car free area, juga tempat-tempat umum berwujud alun-alun. Imbasnya, aktivitas jalan kaki berdimensi sehat fisik dan jiwa, berupa kebugaran fisik sekaligus keselamatan jiwa.

 

Dituntut Menyesali

Amfetamin merupakan prototipe dari sediaan narkotika. Metamfetamin merupakan senyawa turunan dari struktur molekul amfetamin (feniletilamin). Dalam lingkup penyalahgunaan narkoba, metamfetamin memiliki sebutan sabu-sabu (shabu-shabu), crystal meth atau glass. Material ini memberi efek euforia sekitar 12 jam. Selama suasana hati dalam kondisi euforia, terjadi disensitisasi sehingga raut wajah jauh dari rona kesedihan meski tragedi maut baru saja terjadi di depan mata. Analoginya, tidak mungkin ada kesedihan di kala resepsi pernikahan atau perayaan hari ulang tahun.

Seolah ada tabir yang memisahkan antara tragedi dengan euforia. Keterpisahan baru sirna setelah metamfetamin tereliminasi dari tubuh dan serta merta pengguna menyadari kecerobohan terjadi oleh karena dirinya. Metamfetamin dieliminasi dari dalam tubuh lewat urine dalam waktu tiga hari setelah dikonsumsi. Efek euforia dan halusinasi setara dengan efek dari kokain. Efek optimal yang ditimbulkan metamfetamin pada tubuh tergantung dosis serta kondisi fisik dan psikis saat mengonsumsi.

Awalnya amfetamin diproduksi untuk terapi penyakit asma, sebab berefek adrenergik. Dalam perjalanan waktu terjadi bias ke arah penyalahgunaan, bahkan overdosis, lantaran sifat toleransi amfetamin. Takaran dosis amfetamin perlu terus ditingkatkan demi memperoleh efek terapi yang setara seiring dengan lamanya penggunaan untuk tujuan terapi medis (toleransi takifilaksis). Terkadang, overdosis amfetamin diminum bersama alkohol untuk mempertahankan efek terapi, sembari nihil informasi keselamatan jiwa bila kebetulan mengendarai kendaraan.

Akhirnya, implementasi hemat bahan bakar fosil dan pengurangan emisi gas rumah kaca dari kendaraan bermotor menjadi bagian kampanye untuk penyelamatan kelangsungan hidup umat manusia di planet bumi ini. Pejalan kaki atau pengendara sepeda kayuh merupakan alternatif signifikan moda transportasi bila kampanye pemanasan global disambut positif sehingga potensi korban jiwa akibat pemanasan global sebagian terantisipasi. Jangan sampai malah korban jiwa pejalan kaki terkait KLL justru menjadi penyumbang angka kematian manusia di era hemat bahan bakar fosil. Sekian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya