SOLOPOS.COM - Ilustrasi penolakan atas berita hoax (www.adweek.com)

Dalam pedoman bermuamalah di medosis, MUI memberikan petunjuk secara detail cara melakukan verifikasi informasi.

Solopos.com, JAKARTA — Salah satu hal penting dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 24/2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial adalah pedoman bermuamalah. Ada empat hal dalam pedoman ini, salah satunya adalah aturan untuk melakukan verifikasi dan pembuatan konten sebelum disebarkan di media sosial.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam pedoman umum, MUI berpendapat bahwa tidak semua konten atau indormasi di media sosial adalah benar. Konten/informasi itu juga belum tentu bermanfaat, cocok untuk disebarkan, atau pantas dikonsumsi publik. Hal inilah yang ditekankan dalam bermuamalah di media sosial.

Selanjutnya, fatwa MUI ini juga memberikan pedoman detail tentang verifikasi konten dan invormasi di media sosial. MUI menyatakan konten apapun tidak boleh langsung disebarkan tanpa verifikasi atau tabayyun (klarifikasi). Proses verifikasi itu bisa dilakukan dengan memastikan sumber informasi khususnya tentang reputasi pembuat atau penyebar informasi.

Setelah itu, informasi juga harus dipastikan kebenaran isinya, dipastikan konteks dan waktunya. Hal itu bisa dilakukan dengan bertanya kepada sumber informasi (jika diketahui), meminta klarifikasi dari pihak yang punya kompetensi, atau tabayyun terhadap pihak yang terkait informasi itu.

Tak hanya itu, fatwa ini juga berisi pedoman membuat konten dan informasi yang bermanfaat, benar, terverifikasi, dan tidak mengandung kebencian, hoax, provokasi, serta fitnah. Berikut pedoman lengkapnya:

PEDOMAN BERMUAMALAH

A. PEDOMAN UMUM

1. Media sosial dapat digunakan sebagai sarana untuk menjalin silaturrahmi, menyebarkan informasi, dakwah, pendidikan, rekreasi, dan untuk kegiatan positif di bidang agama, politik, ekonomi, dan sosial serta budaya.
2. Bermuamalah melalui media sosial harus dilakukan tanpa melanggar ketentuan agama dan ketentuan peraturan perundangundangan.
3. Hal yang harus diperhatikan dalam menyikapi konten/informasi di media sosial, antara lain:
a. Konten/informasi yang berasal dari media sosial memiliki kemungkinan benar dan salah.
b. Konten/informasi yang baik belum tentu benar.
c. Konten/informasi yang benar belum tentu bermanfaat.
d. Konten/informasi yang bermanfaat belum tentu cocok untuk disampaikan ke ranah publik.
e. Tidak semua konten/informasi yang benar itu boleh dan pantas disebar ke ranah publik.

B. PEDOMAN VERIFIKASI KONTEN/INFORMASI

1. Setiap orang yang memperoleh konten/informasi melalui media sosial (baik yang positif maupun negatif) tidak boleh langsung menyebarkannya sebelum diverifikasi dan dilakukan proses tabayyun serta dipastikan kemanfaatannya.
2. Proses tabayyun terhadap konten/informasi bisa dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
a. Dipastikan aspek sumber informasi (sanad)nya, yang meliputi kepribadian, reputasi, kelayakan dan keterpercayaannya.
b. Dipastikan aspek kebenaran konten (matan)nya, yang meliputi isi dan maksudnya.
c. Dipastikan konteks tempat dan waktu serta latar belakang saat informasi tersebut disampaikan.

3. Cara memastikan kebenaran informasi antara lain dengan langkah:
a. Bertanya kepada sumber informasi jika diketahui
b. Permintaan klarifikasi kepada pihak-pihak yang memiliki otoritas dan kompetensi.
4. Upaya tabayyun dilakukan secara tertutup kepada pihak yang terkait, tidak dilakukan secara terbuka di ranah publik (seperti melalui group media sosial), yang bisa menyebabkan konten/informasi yang belum jelas kebenarannya tersebut beredar luar ke publik.

5. Konten/informasi yang berisi pujian, sanjungan, dan atau hal-hal positif tentang seseorang atau kelompok belum tentu benar,
karenanya juga harus dilakukan tabayyun.

C. PEDOMAN PEMBUATAN KONTEN/INFORMASI

1. Pembuatan konten/informasi yang akan disampaikan ke ranah publik harus berpedoman pada hal-hal sebagai berikut:
a. menggunakan kalimat, grafis, gambar, suara dan/atau yang simpel, mudah difahami, tidak multitafsir, dan tidak menyakiti orang lain.
b. konten/informasi harus benar, sudah terverifikasi kebenarannya dengan merujuk pada pedoman verifikasi informasi sebagaimana bagian A pedoman bermuamalah dalam Fatwa ini.
c. konten yang dibuat menyajikan informasi yang bermanfaat.
d. Konten/informasi yang dibuat menjadi sarana amar ma?ruf nahi munkar dalam pengertian yang luas.
e. konten/informasi yang dibuat berdampak baik bagi penerima dalam mewujudkan kemaslahatan serta menghindarkan diri dari kemafsadatan.
f. memilih diksi yang tidak provokatif serta tidak membangkitkan kebencian dan permusuhan.
g. kontennya tidak berisi hoax, fitnah, ghibah, namimah, bullying, gosip, ujaran kebencian, dan hal lain yang terlarang, baik secara agama maupun ketentuan peraturan perundangundangan.
h. kontennya tidak menyebabkan dorongan untuk berbuat hal-hal yang terlarang secara syar’i, seperti pornografi, visualisasi kekerasan yang terlarang, umpatan, dan provokasi.
i. Kontennya tidak berisi hal-hal pribadi yang tidak layak untuk disebarkan ke ranah publik.

2. Cara memastikan kemanfaatan konten/informasi antara lain dengan jalan sebagai berikut:
a. bisa mendorong kepada kebaikan (al-birr) dan ketakwaan (altaqwa).
b. bisa mempererat persaudaraan (ukhuwwah) dan cinta kasih (mahabbah)
c. bisa menambah ilmu pengetahuan
d. bisa mendorong untuk melakukan ajaran Islam dengan menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi laranganNya.
e. tidak melahirkan kebencian (al-baghdla?) dan permusuhan (al-„adawah).

3. Setiap muslim dilarang mencari-cari aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain, baik individu maupun kelompok, kecuali untuk tujuan yang dibenarkan secara syari seperti untuk penegakan hukum atau mendamaikan orang yang bertikai (ishlah dzati al-bain).
4. Tidak boleh menjadikan penyediaan konten/informasi yang berisi tentang hoax, aib, ujaran kebencian, gosip, dan hal-hal lain sejenis
terkait pribadi atau kelompok sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, seperti profesi buzzer yang mencari keutungan dari kegiatan terlarang tersebut.

D. PEDOMAN PENYEBARAN KONTEN/INFORMASI

1. Konten/informasi yang akan disebarkan kepada khalayak umum harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Konten/informasi tersebut benar, baik dari sisi isi, sumber, waktu dan tempat, latar belakang serta konteks informasi disampaikan.
b. Bermanfaat, baik bagi diri penyebar maupun bagi orang atau kelompok yang akan menerima informasi tersebut.
c. Bersifat umum, yaitu informasi tersebut cocok dan layak diketahui oleh masyarakat dari seluruh lapisan sesuai dengan keragaman orang/khalayak yang akan menjadi target sebaran informasi.
d. Tepat waktu dan tempat (muqtadlal hal), yaitu informasi yang akan disebar harus sesuai dengan waktu dan tempatnya karena informasi benar yang disampaikan pada waktu dan/atau tempat yang berbeda bisa memiliki perbedaan makna.
e. Tepat konteks, informasi yang terkait dengan konteks tertentu tidak boleh dilepaskan dari konteksnya, terlebih ditempatkan pada konteks yang berbeda yang memiliki kemungkinan pengertian yang berbeda.
f. Memiliki hak, orang tersebut memiliki hak untuk penyebaran, tidak melanggar hak seperti hak kekayaan intelektual dan tidak melanggar hak privacy.

2. Cara memastikan kebenaran dan kemanfaatan informasi merujuk pada ketentuan bagian B angka 3 dan bagian C angka 2 dalam Fatwa ini.
3. Tidak boleh menyebarkan informasi yang berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis yang tidak
layak sebar kepada khalayak.
4. Tidak boleh menyebarkan informasi untuk menutupi kesalahan, membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak.
5. Tidak boleh menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke ranah publik, seperti ciuman suami istri dan pose foto tanpa menutup aurat.
6. Setiap orang yang memperoleh informasi tentang aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain tidak boleh
menyebarkannya kepada khalayak, meski dengan alasan tabayyun.
7. Setiap orang yang mengetahui adanya penyebaran informasi tentang aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain harus melakukan pencegahan.
8. Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dengan cara mengingatkan penyebar secara tertutup, menghapus informasi, serta mengingkari tindakan yang tidak benar tersebut.
9. Orang yang bersalah telah menyebarkan informasi hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis kepada khalayak, baik sengaja atau tidak tahu, harus bertaubat dengan meminta mapun kepada Allah (istighfar) serta; (i) meminta maaf kepada pihak yang dirugikan (ii) menyesali perbuatannya; (iii) dan komitmen tidak akan mengulangi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya