SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Solopos.com, KLATEN</strong> — Jumiyem, 57, tergopoh-gopoh mendatangi Ipda Sunarto, Kanit Intel Polsek Wonosari, Klaten, yang sedang berbincang dengan dua rekannya di Pasar Babadan. Salah satu rekan Sunarto mengenakan seragam polisi sembari menyelempangkan senjata laras panjang di badan.</p><p>"<em>Pak, mangke kula sadeyan pripun? Niki kula disuwun ngosongke peken. Sanjange niki hari terakhir sadeyan</em> [Pak, bagaimana jualan saya nanti? Saya diminta mengosongkan pasar. Katanya hari ini terakhir boleh jualan]," kata Jumiyem sembari menyatukan kedua telapak tangannya ke dada. Matanya berkaca-kaca.</p><p>"<em>Boten napa-napa. Mangke sadeyan kados biasane</em> [Enggak apa-apa. Nanti tetap berjualan seperti biasa]. Pemerintah Desa bakal melindungi," balas Sunarto berusaha menenangkan Jumiyem. Jumiyem terlihat sedikit tenang.</p><p>Ia bercerita Senin (25/6/2018) sekitar pukul 08.00 WIB, sekelompok orang tak dikenal <a title="Puluhan Anggota Ormas Datangi Pasar Babadan Klaten" href="http://soloraya.solopos.com/read/20180625/493/924078/puluhan-anggota-ormas-datangi-pasar-babadan-klaten">datang ke pasar</a>. Mereka adalah orang-orang yang juga menempel selebaran pemberitahuan pengosongan pasar pada Sabtu (23/6/2018). Kedatangan mereka pagi itu menyampaikan hal serupa, yakni meminta pedagang segera meninggalkan pasar.</p><p>"Sanjange niki dinten terakhir sadeyan [katanya ini hari terakhir boleh berjualan]," ujar dia, sembari berjalan menuju kiosnya meninggalkan Sunarto.</p><p>Ia sempat membantah kepada salah satu dari kelompok itu bahwa tanah ini milik pemerintah desa dan sudah ditukar guling 47 tahun lalu dan kalau ada urusan soal tanah mestinya dengan pemerintah desa, bukan pedagang. Pedagang tidak ada urusan apa pun terkait tanah.</p><p>"Tapi kula nggih wedi. Niki kulo boten kulakan pun sekawan dinten. Niki kathah sing telas [Tapi saya juga takut. Ini sudah empat hari saya enggak kulakan di pasar. Banyak dagangan yang sudah habis]," imbuh Jumiyem.</p><p>Pedagang lain, Sugito, 70, merespons hal berbeda. Saat melihat sekelompok orang ke pasar, ia malah mengikuti mereka. Ia tak merasa takut atas pemberitahuan agar<a title="Selebaran Pengusiran Bikin Resah Pedagang Pasar Babadan Klaten" href="http://soloraya.solopos.com/read/20180624/493/923993/selebaran-pengusiran-bikin-resah-pedagang-pasar-babadan-klaten"> mengosongkan pasar</a>. "Saya tidak takut, saya tetap tenang. Besok pun saya tetap berjualan," ujar dia.</p><p>Ia mengatakan tanah yang ditempati pasar menjadi sengketa. Berulang kali pertemuan antara keluarga yang mengaku pemilik tanah dengan pemerintah desa, namun tak ada titik temu.</p><p>"Kalau saya disuruh pindah, saya minta penjelasan ke mana saya pindah kepada keluarga Slamet. Saya berharap segera ada penyelesaian terkait kasus ini. Dulu sempat ada kabar, pasar mau direlokasi tapi pedagang menolak," tutur Sugito.</p><p>Ketua Paguyuban Pedagang <a title="Mediasi Sengketa Tanah Pasar Babadan Klaten Deadlock" href="http://soloraya.solopos.com/read/20180410/493/909301/mediasi-sengketa-tanah-pasar-babadan-klaten-deadlock">Pasar Babadan,</a> Purwanto, menyatakan keprihatinannya atas apa yang dialami pedagang. Ia menduga pada Selasa (26/6/2018) beberapa pedagang memilih tutup karena takut.</p><p>"Tindakan ini sangat memprihatinkan untuk kenyamanan pedagang. Hari ini [Senin] kami sudah mengirimkan surat permohonan perlindungan kepada desa untuk menyelesaikan konflik di pasar," kata dia.</p><p>&nbsp;</p>

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya