SOLOPOS.COM - Sejumlah lapak pedagang kaki lima (PKL) berjajar di sekitar simpang tiga Sumengko, Sragen Tengah, Sragen, Sabtu (26/6/2021). (Espos/Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN — Awal diterapkannya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat pada 5 Juli 2021 lalu, Endro, salah seorang pedagang kaki lima (PKL) di tepi Jl. Raya Sukowati sempat bersitegang dengan aparat.

Aparat yang terdiri atas polisi, tentara dan Satpol PP datang saat Endro baru membuka lapaknya yang dipakai untuk jualan pecel lele. Pada saat itu, aparat meminta Endro mengemasi lapak mereka pada pukul 20.00 WIB. Adu argumen pun terjadi. Namun, para pedagang akhirnya pasrah menerima kenyataan pahit karena tidak bisa melanjutkan berjualan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Baca Juga: Asyik! Ada Bus Pariwisata Gratis di Purwokerto

Ekspedisi Mudik 2024

“Pukul 17.00 WIB saya buka dasaran. Pukul 18.00 WIB ditinggal Salat Magrib. Pukul 19.00 WIB sudah harus siap kukut. Padahal, biasanya sampai pukul 24.00 WIB,” sesal Endro kepada Solopos.com, Selasa (31/8/2021).

Selama dua pekan, Endro tak bisa leluasa berjualan. Pasalnya, aparat selalu datang secara rombongan. Mereka meminta lapaknya ditutup pada pukul 20.00 WIB. Namun, Endro tetap keberatan bila harus menutup lapaknya mulai pukul 20.00 WIB. Pasalnya, para pelanggan dia biasa datang di atas pukul 20.00 WIB.

“Namanya orang kerja kan biasa ada sif siang dan sif malam. Sif siang masih bisa berjualan, tapi sif malam gak bisa bekerja. Kami tentu merasa dirugikan. Soalnya ini kaitannya sama perut,” ucap Endro.

Penerapan PPKM level 4 sedikit membawa angin segar bagi Endro. Ia dan pedagang malam sudah diizinkan berjualan hingga larut. Akan tetapi, kebijakan penutupan sejumlah akses jalan menuju pusat Kota Sragen memengaruhi omzet penjualannya.

Kabar penurunan level PPKM dari 4 ke 3 sudah didengar Endro pada Senin (30/8/2021). Ia pun berharap penurunan level PPKM itu mampu membangkitkan kembali usahanya berjualan.

“Yang jelas dampak PPKM darurat dan level 4 kemarin sangat memprihatinkan. Apalagi ketika penertiban PKL ada tindakan yang kurang humanis sehingga menimbulkan trauma pedagang maupun pembeli. Yang kami harapkan dari PPKM level 3 ini adalah peningkatan omzet jualan yang kini turun hingga 60%,” papar Endro.

Baca Juga: Muncul Kuburan Sampah di Jembatan Kali Wungu Klaten, Ini Penyebabnya

Senada dikatakan Suyadi, 50, pedagang penthol yang biasa mangkal di tepi Jl. Raya Sukowati. Menurutnya, penutupan akses dan pemadaman lampu penerangan jalan umum (PJU) membuat penampakan Jl. Raya Sukowati seperti kota mati. Ia hanya bisa pasrah menerima kenyataan tak bisa jualan di Jl. Raya Sukowati pada malam hari. Padahal, siang hari ia manfaatkan untuk bekerja sebagai buruh pabrik.

“Karena Jl. Raya Sukowati sepi, saya pilih jualan keliling. Kalau dulu pelanggan datang menghampiri saya, sekarang harus jemput bola. Tentunya lebih boros tenaga dan bensin. Mudahan-mudahan, penurunan level PPKM ini lebih berpihak kepada pedagang kecil seperti saya,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya