SOLOPOS.COM - Suasana selter darurat pedagang Gladag Langen Bogan. Kondisi selter ini sering dikeluhkan pedagang karena berdebu saat hari panas dan becek saat hujan dan kini pedagang juga mengeluhkan adanya retribusi. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

Suasana selter darurat pedagang Gladag Langen Bogan. Kondisi selter ini sering dikeluhkan pedagang karena berdebu saat hari panas dan becek saat hujan dan kini pedagang juga mengeluhkan adanya retribusi. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

SOLO – Beberapa pedagang kuliner Gladak Langen Bogan (Galabo) mengeluhkan atas tarikan retribusi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Solo selama menempati lokasi darurat di lokasi parkiran bus pariwisata. Mereka menagih janji Pemkot melalui UPTD Kuliner Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Solo yang membebaskan tarikan retribusi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Semua pedagang kuliner dimintai retribusi tiap hari. Padahal janji Pemkot tidak menarik retribusi selama menempati lokasi darurat,” jelas salah seorang pedagang, Febri, kepada Solopos.com, Kamis (18/10/2012). Menurutnya, tarikan uang retribusi senilai Rp2.000 dinilai sangat memberatkan pedagang kuliner. Sebab, transaksi penjualan di lokasi darurat belum stabil. Belum lagi tanggungan wajib pedagang kuliner berupa uang jasa sebesar Rp15.000 tiap hari. “Pedagang kuliner mau buka atau tidak, itu harus setor uang sebesar Rp15.000. Ini kadang yang membuat kami resah. Padahal lokasi jualan kayak pasar tradisional,” jelasnya.

Selain tanggungan di atas, kata Febri, pedagang juga dimintai uang kebersihan senilai Rp10.000/ bulan. Bagi dia, besaran uang tidak terlalu dipersoalkan, namun sangat disayangkan apabila hal itu dipukul rata bagi semua pedagang yang tercatat sebagai anggota pedagang kuliner. “Bisa lihat sendiri lokasi darurat saat ini, tatanan gerobak saja seperti pasar tradisional. Semestinya kalau tahu marketing, tatanan lokasi ini dibuat letter U. Tujuannya bisa semua pedagang tampak muka,” terangnya.

Keluhan serupa diungkapkan pedagang kuliner Galabo, Beni. “Dalam pemberitaan di media massa maupun internet, selama menempati lokasi darurat pedagang tidak dimintai retribusi apa pun alias gratis. Hla ini retribusi tetap jalan,” keluh Beny.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Paguyuban Galabo, Agung Wahyu, menjelaskan pedagang kuliner yang berjualan di Galabo memang dimintai uang jasa senilai Rp15.000. “Uang Rp15.000 itu merupakan tarikan wajib yang mana telah disepakati semua pedagang kuliner dalam pertemuan awal berdirinya Galabo. Tarikan uang jasa kembali pada kepentingan pedagang, baik perbaikan sarana—prasarana, pembayaran listrik, air dan lainnya. Nah, untuk tarikan uang Rp2.000 yang tertulis Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset memang selama ini masih ditarik. Saya tidak tahu persis, apakah itu uang retribusi atau tidak. Tapi uang retribusi itu berlaku bagi pedagang yang buka lapak dagangan, bagi yang tidak berjualan, uang retribusi itu tidak ditarik,” jelas Agung saat ditemui Solopos.com.

Saat disinggung mengenai pembebasan uang tarikan retribusi dari Pemkot Solo selama pedagang kuliner Galabo menempati selter darurat, Agung mengaku belum tahu. “Kalau itu memang benar janji dari Pemkot, saya mohon bisa direalisasikan,” harap Agung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya