Solopos.com, JAKARTA–Pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) pesimistis meraih cuan di tahun ajaran baru 2022/2023.
Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta memperkirakan penjualan seragam sekolah buatan dalam negeri pada awal semester genap ini tidak akan mencapai 50% dari total konsumsi produk tekstil di segmen tersebut.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Menurut Redma, kembali dibukanya keran impor melalui Permendag No. 25/2022 tentang Kebijakan Dan Pengaturan Impor membuat dalam negeri dibanjiri produk, termasuk di segmen seragam sekolah.
“Itu jadi masalah. Sebab, perhitungan awal kami segmen seragam sekolah bisa menjadi tambahan. Namun, awal Maret [2022] Kemendag membuka keran impor sehingga banjir produk asing,” ujarnya kepada Bisnis.com, Rabu (13/7/2022).
Dia mengatakan dampak dari peredaran barang impor terhadap produk tekstil jenis seragam sekolah dalam negeri pada musim awal semester genap ini cukup signifikan dalam menggerus pangsa pasar industri lokal.
Baca Juga: Hanya Diikuti 1 Siswa Baru, Begini Jalannya MPLS SDN Sriwedari 197 Solo
Omzet pasar seragam sekolah di Indonesia sekitar 5% dari konsumsi tekstil nasional dalam 1 tahun.
Dengan volume produk sekitar 100.000 ton. Produk seragam sekolah, ujarnya, mulai beredar di pasaran pada pengujung kuartal II/2022 atau menjelang dimulainya semester baru pada Juli 2022.
Produk mulai beredar di pasaran pada akhir Juni 2022. Namun, pangsa pasar produk tekstil nasional untuk segmen seragam sekolah tergerus lebih dari separuh karena maraknya barang-barang impor yang beredar di Tanah Air.
“Akibat banyak barang impor, yang bisa disuplai oleh pemain dalam negeri tidak sampai 50%. Harusnya bisa dipasok oleh produk lokal secara keseluruhan,” jelas dia.
Berita telah tayang di Bisnis.com berjudul Tahun Ajaran Baru, Pebisnis Tekstil Pesimistis Bisa Raup Berkah