SOLOPOS.COM - Anggota FPDIP DPRD Solo, Ginda Ferachtriawan (kiri) memaparkan peta politik Pilkada Solo 2020 saat Talkshow Menyongsong Pilkada Solo yang Damai di Hotel Multazam, Kartasura, Sukoharjo, Jateng, Selasa (17/3/2020) siang. (Solopos-Kurniawan)

Solopos.com, SOLO — Iklim demokrasi di Kota Solo dinilai sudah tidak sehat menyusul dominasi Partai Demokrasi Indonesia - Perjuangan (PDIP) dalam komposisi DPRD Solo periode 2019-2024.

Berdasarkan Pemilu Legislatif 2019, PDIP memborong 30 kursi dari total 45 kursi di parlemen Solo. Kondisi tersebut mempengaruhi dinamika politik Pilkada Solo 2020 yang hanya gayeng di internal PDIP, tapi dingin di luar PDIP.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

11 Warga Positif Corona, Pemprov Jabar Siap Hadapi Lockdown

Demikian salah satu catatan Talkshow Menyongsong Pilkada Solo yang Damai di Hotel Multazam, Kartasura, Sukoharjo, Selasa (17/3/2020). Talkshow tersebut digelar PC Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Ahmad Dahlan Solo.

Talkshow menghadirkan narasumber Sekretaris DPW PAN Jateng, Umar Hasyim; anggota Fraksi PDIP DPRD Solo, Ginda Ferachtriawan; dan Wakil Direktur I PascaSurjana UMS, Farid Wajdi; serta diikuti puluhan mahasiswa.

Ekspedisi Mudik 2024

"Iklim politik di Solo sudah tidak sehat. Karena njomplang, antara kekuatan parpol yang satu dengan parpol yang lain. Tidak ada keseimbangan. Apa lagi nuwun sewu bila para anggota DPRD-nya hanya sendika dawuh [menurut]," tutur dia.

Umar mengatakan kekuatan PDIP yang mencapai 2/3 kekuatan parlemen menjadi keunggulan mutlak partai itu di berbagai bidang. Dalam hal pengambilan kebijakan, Fraksi PDIP bisa dibilang lebih memiliki super power dibanding fraksi lainnya.

MUI Sarankan Warga Rawan Corona Tak Salat Jumat, Termasuk Solo

Begitu juga dalam konteks Pilkada Solo 2020, kekuatan PDIP membuat parpol lain harus berpikir dua kali untuk memposisikan sebagai lawan. Sedari awal, parpol non PDIP cenderung bersikap wait and see turunnya rekomendasi PDIP.

"Sejauh ini kan yang ramai di internal PDIP. Parpol lain adem ayem, cenderung menunggu keputusan rekomendasi PDIP. Ini tidak dinamis, kurang sehat. Istilah saya, parpol-parpol non PDIP ini namanya menyanderakan diri," urainya.

Motivasi parpol "menyanderakan diri", menurut Umar berbeda-beda. Padahal, mereka sebenarnya bisa membentuk koalisi sendiri karena untuk mengusung cawali-cawawali hanya butuh sembilan kursi DPRD Solo.

Sedangkan Farid Wajdi mendorong adanya dinamisasi Pilkada 2020 yang bermuara kepada pendidikan politik yang baik bagi masyarakat. Mesti ada ruang dialogis masyarakat Solo untuk menentukan calon pemimpin.

"Saat ini kan cenderung menunggu, masyarakat pasif. Karena dari parpol terbesar harus menunggu keputusan dari pusat. Yang namanya demokrasi harus ada dialog atau partisipasi pengambilan keputusan," terang Farid.

Sementara Ginda Feractriawan menekankan pentingnya partisipasi anak muda Solo dalam setiap agenda politik, termasuk Pilkada 2020. Jumlah anak muda Solo yang mencapai 40% akan sangat menentukan hasil.

"Sesuai moto saya, anak muda harus sadar politik. Kebijakan-kebijakan publik itu dilahirkan di ruang politik. Ini harus disadari teman-teman semua. Jadi lah anak muda yang peduli dan paham dengan dinamika politik," seru dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya