SOLOPOS.COM - Gubernur DIY, Sri Sultan HBX melilitkan selendang hitam pada kepala Naga berusia 100 tahun sebelum atraksi naga barongsai Hoo Hap Hwee saat membuka PBTY XII di Alun-alun Utara Jogja, Minggu (5/2/2017). (Holy Kartika N.S/JIBI/Harian Jogja)

PBTY XII dibuka oleh Sri Sultan HBX, Minggu (5/2/2017)

Harianjogja.com, JOGJA– Genderang ditabuh oleh Ngarso Dalem, Sri Sultan HBX, menandai dibukanya Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) XII.

Promosi Ijazah Tak Laku, Sarjana Setengah Mati Mencari Kerja

Tak lama, Naga Barongsai hitam, Hoo Hap Hwee, memasuki arena utama penyelenggaraan seremonial festival Tionghoa bertajuk Pelangi Budaya Nusantara di Alun-alun Utara Jogja, Minggu (5/2/2017).

Liukan liong naga berbobot total lebih dari 80 kilogram itu membuka secara spesial Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta di tahun ke-12 ini. Pasalnya, penyelenggaraan PBTY di tahun Ayam Api ini dibuka dengan liong yang menggunakan kepala Naga berusia 100 tahun.

Disambut riuh ribuan masyarakat Jogja yang memenuhi Alun-alun Utara, festival ini seolah telah dinanti oleh warga Kota Gudeg.

Tak sekadar festival bagi masyarakat Tionghoa, PBTY telah menjadi festival kebudayaan bagi seluruh warga Jogja. Kegiatan ini menjadi salah satu simbol keberagaman yang tumbuh secara harmonis di kota ini.

Pekan budaya terbesar di Jogja ini lahir dari sebuah gagasan sederhana Muryati Gardjito. Dosen Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada ini semula ingin membukukan resep-resep masakan khas Tionghoa. Ide itu lantas didiskusikan bersama Gubernur DIY, Sri Sultan HBX.

Gayung bersambut, Sultan kala itu ingin menjadikan Jogja sebagai City of Tolerance. Hal itu sejalan dengan keberagaman budaya yang ada di Jogja, termasuk kuliner Tionghoa.

“Ide yang muncul tahun 2005 itu akhirnya mengerucut menjadi Pekan Budaya Tionghoa yang secara perdana digelar tahun 2006. Seiring perkembangannya, tak lagi soal kuliner, tetapi juga meluas pada pertunjukan budaya,” ungkap Ketua Panitia PBTY XII, Tri Kirana Muslidatun.

Pekan budaya Tionghoa juga menunjukkan akulturasi budaya yang hadir mewarnai Jogja sebagai Daerah Istimewa di Indonesia. Diperingati dalam rangka Perayaan Imlek atau Tahun Baru China, PBTY pun menampilkan beragam seni budaya nusantara.

Dibalut dalam tema Pelangi Budaya Nusantara, atraksi budaya ini tak hanya milik para keturunan Tionghoa. Ragam budaya tanah air hadir menyemarakkan PBTY yang selalu dipusatkan di kawasan pecinan, Kampung Ketandan.

“Bicara soal tema PBTY XII, Pelangi Budaya Nusantara sebenarnya ingin menegaskan menegaskan inklusivitas acara ini. Bukan hanya menampilkan produk budaya Tionghoa dan produk budaya akulturasinya, tetapi juga ada beragam budaya nusantara yang ditampilkan,” jelas Ana.

Sultan mengungkapkan salah satu bentuk akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa itupun tampak pada pertunjukan Wayang Potehi yang selalu dihadirkan dalam festival ini.

“Pagelaran Wayang Potehi juga turut mengadopsi pagelaran wayang kulit, yakni adanya perpaduan budaya wayang Cina dan Jawa,” kata Sultan.

Di tahun Ayam Api, masyarakat Tionghoa mempercayai di tahun ini merupakan saat yang baik dalam mencapai kesuksesan bisnis. Sultan mengungkapkan festival ini juga tak hanya menghadirkan berbagai pertunjukan budaya, tetapi juga menajdi wadah dalam mendorong pertumbuhan sektor usaha kecil di DIY.

“Tentu dampak ekonomi tak hanya berputar di Kampung Ketanda di mana PBTY ini diselenggarakan. Akan tetapi juga membuka kesempatan untuk UKM dalam memasarkam produknya,” ungkap Sultan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya