SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Etik Sri Sulanjari bersama suaminya, mengikuti sidang, Rabu (18/4) pukul 10.00 WIB. Bukan sidang di pengadilan namun di Kantor Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Solo yang terletak di Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag). Etik memperjuangkan sepeda motor miliknya yang satu bulan lalu ditarik PT Sinar Mas Multifinance Solo. Penyebabnya, Etik terlambat membayar angsuran sepeda motor selama satu bulan tepat pada angsuran yang kesembilan.

Majelis sidang hari itu dipimpin Ketua BPSK, Sri Wahyuni, didampingi dua anggota majelis, Kelik Wardiono dan Bambang Ary Wibowo. Berbeda dengan sidang di Pengadilan Negeri (PN), hakim dalam sidang BPSK mengenakan kemeja dan dasi, bukan toga.

Promosi Kirana Plus, Asuransi Proteksi Jiwa Inovasi Layanan Terbaru BRI dan BRI Life

Seperti halnya sidang yang lain, ketua majelis terlebih dulu menanyakan kondisi kesehatan dua pihak yang bersengketa. Setelah pelaku usaha yang diwakili Samsu Hidayat dan Franskus Mahendar serta Etik menyatakan sehat, palu tanda sidang dimulai digedok.

Etik bercerita sudah satu bulan ini kebingungan lantaran sepeda motornya ditarik Sinar Mas secara paksa ketika ia sedang bekerja di kantor. Penyitaan dilakukan lima pria berbadan kekar pada siang hari.

“Feeling saya sudah tidak enak ketika ada lima orang laki-laki berbadan besar datang ke kantor dan mencari saya. Kelima orang itu bilang mau pinjam STNK untuk pemeriksaan sepeda motor. Saat saya menolak, mereka menggertak. Mereka menilai saya melawan gara-gara tidak mau motornya diperiksa. Tak punya pilihan, akhirnya STNK saya pinjamkan,” ujar Etik di depan majelis BPSK.

Berawal dari penarikan STNK inilah akhirnya kelima pria tersebut menyita motornya. Yang membuat Etik marah dan sedih, mereka semua tidak mau mendengar permohonannya soal angsuran pembayaran. Etik menawarkan pembayaran dua kali angsuran yakni angsuran pertama (tunggakan angsuran) ditambah angsuran kedua plus denda. Namun, semua permohonan itu ditolak sehingga yang bisa ia lakukan hanyalah menangis dan segera pulang ke rumah untuk menenangkan diri. Karena motor tak ada, terpaksa Etik kembali ke rumahnya di Mojosongo dengan kendaraan umum.

Membuat tambah sakit hati Etik adalah iktikad baik dirinya untuk menebus kendaraan tidak diindahkan. Sebaliknya perusahaan leasing justru mengeluarkan klausul aturan yang ia nilai aneh yakni agar motor jaminan bisa kembali, Etik harus membayar sisa utangnya sebanyak 15 kali dalam satu kali angsuran.

Menanggapi keluh kesah Etik, perwakilan PT Sinar Mas Multifinance Solo, Samsu Hidayat, mengakui aturan pelunasan dalam satu kali angsuran apabila terjadi keterlambatan pembayaran memang tidak tercantum dalam perjanjian fidusia. Itu kebijakan dari kantor Sinar Mas di Semarang. Dia hanya mengikuti instruksi.

Franskus tidak tenang di tempat duduknya. Kaki ia gerak-gerakkan tanda tak sabar. Gerik-geriknya itu mengundang menarik perhatian majelis.

“Apa ada yang ingin Bapak sampaikan,” tanya Bambang pada Franskus.

“Ya. Saya hanya ingin katakan bahwa keterangan konsumen ada yang benar ada juga yang tidak benar. Waktu itu dia bersikap kasar kepada kami yaitu dengan membanting pintu. Jadi tidak benar kalau tidak ada perlawanan dari pihak konsumen. Karena ada pintu dibanting itulah akhirnya saya putuskan motor dibawa saja. Saya bisa bicara seperti ini karena saya ikut dalam penyitaan itu. Toh sampai kami pergi, suaminya juga belum memberikan uang pembayaran,” ujarnya laki-laki berbadan kekar ini lantang.

Bambang mengingatkan Franskus soal Peraturan Kapolri No 8/2009 yang mengharuskan kegiatan penyiataan harus didampingi kepolisian. Tanpa adanya pendampingan dari kepolisan, tindakan Franskus tidak sah dan berpotensi dilaporkan konsumen kepada pihak berwajib dengan unsur pidana.

Anggota majelis yang lain, Kelik Wardiono justru menyoroti keberadaan surat perjanjian fidusia yang mengikat pelaku usaha dan konsumen. Pasalnya, dalam surat perjanjian itu disebut hubungan antara pihak pertama dan pihak kedua adalah jual beli sepeda motor secara kredit. Surat yang dikuatkan dengan akta notaris tersebut terbukti tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di mana hubungan antara kedua belah pihak adalah hubungan utang-piutang. Jaminan atas pinjaman itu adalah BPKB motor milik Etik dengan kesepakatan pelunasan hingga dua tahun.

Meski belum tercapai kata sepakat dalam sidang yang digelar Rabu lalu, majelis masih memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk mencari jalan tengah. Cara ini adalah cara yang paling banyak disarankan BPSK untuk menyelesaikan kasus-kasus lain seperti kasus perbankan, properti, jasa telekomunikasi dan lainnya.

Menurut Bambang, di antara sekian banyak kasus sengketa konsumen, kasus yang melibatkan pihak leasing masih merajai. Hal itu sesuai dengan catatan rekapitulasi kasus milik BPSK hingga bulan ini yakni kasus leasing sebanyak enam kasus menyusul di urutan berikutnya adalah kasus perbankan sebanyak dua kasus.

Menjadi persolan, imbuh Bambang, meski BPSK sudah terbentuk dan berjalan namun pemerintah masih memandangnya dengan sebelah mata. Terbukti, anggaran BPSK yang anggotanya dilantik pada Mei tahun lalu hanya Rp 75 juta/tahun. Akibatnya, selama satu tahun anggaran, kinerja  para hakim majelis di BPSK sampai kepala kesekretariatan bukannya disetarakan dengan golongan IV dan eselon II seperti kesepakatan pra musyawarah nasional (Munas) BPSK di Jakarta beberapa waktu namun lebih tepat seperti honor office boy (OB).

“Bagaimana tidak seperti OB kalau honor yang kami terima per bulan hanya Rp300.000. Itu pun pada tahun lalu yang bisa cair hanya enam bulan. Padahal yang harus kami kerjakan itu luar biasa banyaknya dengan nominal sengketa yang luar biasa juga besar rupiahnya,” ujar Bambang.

Akibat minimnya anggaran di tahun lalu hingga kini BPSK masih punya sejumlah utang kepada pihak ketiga.

Tak beda jauh dengan tahun lalu, kondisi BPSK dari sisi anggaran pada tahun ini juga hampir sama. Sebab dari usulan anggaran senilai Rp700 juta/tahun, yang disepakati Badan Anggaran (Banggar) hanya Rp200 juta. Menyesuaikan dengan hitungan usulan anggaran, anggota BPSK sepakat menggunakan anggaran itu hingga pertengahan tahun. Bulan-bulan sesudahnya, kata Bambang, libur dulu karena para anggota BPSK sudah tidak mampu lagi menopang kekurangan yang muncul seperti yang terjadi pada tahun lalu.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya