SOLOPOS.COM - Ilustrasi SPPT PBB (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, SOLO —Tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Solo ditetapkan naik berlipat. Kenaikan PBB tertinggi berada di Laweyan dan Purwosari. Warga setempat minta agar kenaikan tersebut tidak dipukul sama rata dan melihat dari penghasilan pemilik tanah.

Hal tersebut diungkapkan oleh warga Laweyan, lontaran tanggapan dari sejumlah warga Kota Solo. Salah satu warga Laweyan, Joko Suseno yang meminta agar tarif PBB bisa mempertimbangkan para pemilik tanah yang berpenghasilan rendah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kebanyakan mereka punya tanah karena peninggalan orang tua. Joko mengaku PBB yang naik sangat tajam bisa memberatkan mereka yang penghasilannya rendah.

“Yang menempati rumah tinggalan orang tua, rata-rata kalau bukan orang yang punya, tidak jadi pegawai,” terangnya saat ditemui di depan rumahnya, Senin (6/2/2023).

Menurut Joko, kenaikan PBB mungkin bisa dimaklumi oleh orang-orang yang penghasilannya diatas rata-rata warga Solo. Meskipun begitu, kata Joko, harusnya PBB juga tidak naik sebegitu tingginya dengan alasan apapun.

“Naik itu ngga apa-apa, tapi ya tidak sampai segitu,” ungkap dia.

Kondisi seperti ini justru akan membuat warga menjadi malas untuk membayar pajak. Warga bisa enggan untuk menunaikan kewajibannya sebagai warga negara yang baik.

“Lama-lama kalau kayak gini, banyak yang tidak rajin pajak, do wegah,” kata dia.

Hal serupa juga dikeluhkan oleh warga Laweyan lainnya, Mul menceritakan ibu-ibu di kompleks rumahnya mengeluhkan kenaikan PBB saat acara kumpul pengajian beberapa waktu lalu.

“Waduh do sambat, wes do ra arep mbayar, mbayare tiga kali lipat lo,” ucap dia.

Mereka juga terlintas untuk mewacanakan demo bila tidak ada penyesuaian PBB yang baru. Dan terang-terangan akan memilih mogok bayar pajak.

“Wis ojo dibayar sik, ojo dibayar sik, dinggo ngopo, mosok mundak sampai 300%. Wah ibu-ibu ting gedombreng,” terang dia.

Menurut dia, kondisi ekonomi masyarakat pascapandemi masih belum pulih sempurna. Kenaikan PBB bisa memicu masalah ekonomi baru di masyarakat.

“Golek mangan ki lagi angel, kebutuhan apa apa mundak, membengkak, jual rokok aja tiap hari naik,” kata dia.

Mul cuma punya usaha sepetak toko kelontong. Luasnya tak sampai lima meter itu sumber pendapatannya setiap hari. Belum selesai mengeluhkan kenaikan harga rokok, saat ini justru ditambah PBB yang naiknya berlipat.

“Cuma nyetok [rokok] sedikit-sedikit tapi tiap hari naik, ya Rp500, Rp700, ada yang naik Rp3.000 juga,” kata dia.

Mul mengakui kenaikan PBB pasti akan terjadi untuk mengikuti perkembangan zaman, namun kenaikannya kali ini dirasakan sangat memberatkan baginya.

“Dulu-dulu cuma Rp80.000, terus naik terus naik, sekarang sudah hampir Rp1 juta,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya