SOLOPOS.COM - Pegawai Badan Pengelolaan Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Kudus menunjukkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). (JIBI/Solopos/Antara/Akhmad Nazaruddin Lathif)

PBB 2018 yang diturunkan nilainya oleh Pemkot Semarang justru dianggap Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) sebagai indikasi adanya kebijakan yang bermasalah.

Semarangpos.com SEMARANG — Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Semarang menilai keputusan pemerintah kota setempat menurunkan nilai pajak bumi dan bangunan (PBB) 2018 mengindikasikan adanya proses pengambilan kebijakan yang bermasalah. Sikap itu nyata menunjukkan keputusan Pemkot Semarang yang sebelumnya menaikkan nilai PBB hingga 70% dilakukan sepihak tanpa prosedur sewajarnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Karena keputusan menaikkan nilai PBB 2018 itu dilakukan secara sepihak, kebijakan Pemkot Semarang itu pun menuai protes dan keluhan masyarakat. “Akhirnya, diturunkan lagi,” tukas Kepala Bidang Pengabdian dan Pelayanan Masyarakat LP2K Semarang Abdun Mufid di Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (13/3/2018), menutup pemaparannya atas prosedur tak wajar yang ditempuh Pemkot Semarang dalam menentukan PBB bagi warga Kota Semarang.

[Baca juga PBB Kota Semarang 2018 Diturunkan 40%]

Ekspedisi Mudik 2024

Menurut dia, keputusan menaikkan besaran PBB hingga 70% diambil berdasarkan rapat internal antara Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Wali Kota Semarang sehingga terkesan sebagai keputusan yang diambil secara sepihak. Dalam pengambilan keputusan, apalagi menyangkut banyak pihak, seperti PBB, kata dia, semestinya melibatkan berbagai stakeholder untuk membahasnya, tetapi kenyataannya tidak ada ajakan membahas rencana kenaikan besaran PBB.

“Bahkan, ketika menurunkan lagi besaran PBB sebesar 40% itu juga tidak diajak lagi. Soal meningkatkan pendapatan asli daerah [PAD] dengan menaikkan PBB, kami sepakat jika pembahasannya melibatkan banyak pihak,” katanya.

Ia mengatakan pembahasan rencana kenaikan besaran PBB seandainya dibahas berbagai pihak terkait tentunya tidak akan sampai menuai protes dari masyarakat karena kenaikannya sudah diperhitungkan dan tidak terlalu signifikan. “Bahwa PBB memang harus meningkat, iya. Tetapi, jangan terlalu signifikan. Sekarang, kan diturunkan lagi. Kami melihat ini menunjukkan proses pengambilan kebijakan yang bermasalah,” katanya.

Ditambahkan Abdun, Pemerintah Kota Semarang semestinya tidak hanya mengandalkan PBB untuk meningkatkan PAD, sebab banyak sektor lain yang berpotensi untuk menyumbang PAD, misalnya retribusi parkir tepi jalan.

Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi dan Hukum Paguyuban Pedagang dan Jasa Pasar (PPJP) Kota Semarang Zainal Abidin juga kaget dengan kebijakan penurunan besaran PBB dari semula naik 70% menjadi 30%.

“Bahkan, dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mengaku tidak diajak dalam proses pengambilan keputusan. Baik saat menaikkan maupun menurunkan besaran PBB. Jadi, seperti pencitraan malah,” katanya.

Sebagaimana diwartakan, Pemkot Semarang menurunkan besaran PBB Kota Semarang 2018 sebesar 40% setelah mendapatkan keluhan dari masyarakat mengenai tingginya kenaikan pajak tersebut.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya