SOLOPOS.COM - Seorang peternak sapi di Sragen tengah memberi makan sapinya. Kelangkaan daging sapi saat ini dinilai lebih sebagai permainan sekelompok orang untuk mencari kesempatan membuka impor daging. Padahal peternak sapi lokal mampu memasok kebutuhan daging nasional. (JIBI/SOLOPOS/Tri Rahayu)

Seorang peternak sapi di Sragen tengah memberi makan sapinya. Kelangkaan daging sapi saat ini dinilai lebih sebagai permainan sekelompok orang untuk mencari kesempatan membuka impor daging. Padahal peternak sapi lokal mampu memasok kebutuhan daging nasional. (JIBI/SOLOPOS/Tri Rahayu)

JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) menilai kelangkaan daging sapi dalam beberapa hari terakhir hanya sebuah permainan dengan tujuan akhir dibukanya keran impor daging sapi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Pedagang daging kecil mogok itu ada yang menggerakkan. Semua ada yang mengatur, karena ini hanya permainan,” kata Sekretaris Lembaga Perekonomian PB NU Mustholihin Madjid di Jakarta, Rabu. Mustholihin menuding adanya keterlibatan mafia dalam tata niaga sapi di Indonesia yang mengatur sedemikian rupa sehingga daging langka di pasaran dan mengakibatkan lonjakan harga.

Permainan selanjutnya adalah mengatur terjadinya pemogokan pedagang kelas kecil, dan mendesak Pemerintah membuka keran impor daging sapi. “Semua ujung-ujungnya adalah desakan agar keran impor kembali dibuka. Ini bahaya, karena peternak lokal saat ini membutuhkan lebih banyak perhatian, dan mereka sangat mampu memenuhi kebutuhan daging,” kata Mustholihin.

Bendahara Umum PBNU Bina Suhendra menambahkan, kelangkaan daging di pasaran juga dikarenakan tidak adanya keseriusan Pemerintah dalam mengelola tata niaga sapi. Menurut dia, pemerintah selama ini hanya memperhatikan sektor hilir, yaitu mengatur kuota daging impor tanpa mengetahui kebutuhan sebenarnya di pasaran. “Sektor hulu, yaitu peternak lokal, tidak diperhatikan secara serius. Tata niaga sapi di mata Pemerintah hanya perdagangan daging di pasar, tapi sektor? peternakan dan penggemukan sapi tidak diperhatikan secara serius,” jelas doktor lulusan Jerman ini.

Sikap Pemerintah tersebut, lanjut Bina, mengakibatkan tata niaga sapi lebih banyak dipermainkan mafia. “Jadi tugas Pemerintah mengatur menjadi sebaliknya diatur, karena mereka kalah kuasa dibandingkan mafia tata niaga sapi,” lanjutnya.

Sementara Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, meminta Pemerintah segera membenahi kondisi buruk di tata niaga sapi tersebut. Kementerian Pertanian dan Kementarian Perdagangan sebagai pemilik kewenangan diminta serius dalam menjalankan tugasnya, sehingga masyarakat tidak menjadi pihak yang dirugikan.

“Jangan sampai kondisi ketika masyarakat, khususnya umat Islam, membutuhkan banyak pasokan daging sapi, harganya justru melonjak. Itu yang sekarang terjadi, salah satunya saat Idul Fitri, dan itu harus dibenahi,” kata Said Aqil. Daging sapi dalam beberapa hari terakhir menghilang dari pasaran, hingga mengakibatkan harganya melonjak hingga menembus Rp100.000 per kilogram.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan hasil sensus sapi potong oleh Badan Pusat Statistik, yang menyebut populasi sapi lokal di Indonesia rata-rata 14,6 juta ekor per tahun. Jumlah tersebut berdasarkan cetak biru swasembada daging sudah mampu memenuhi kebutuhan lokal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya