SOLOPOS.COM - Perajin membuat gerabah menggunakan teknik putaran miring di Desa Melikan, Kecamatan Wedi pada Januari 2022. (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATENPayung Juwiring dan putaran miring gerabah Melikan asal Klaten segera ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda (WBTB) nasional oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Dua warisan leluhur Klaten itu dipastikan menjadi WBTB nasional setelah melalui beberapa kali sidang dengan tim dari Kemendikbudristek.

Kepala Dinas Kebudayaan Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Klaten, Sri Nugroho, menjelaskan sebelumnya Disbudporapar mengusulkan payung Juwiring dan putaran miring gerabah Melikan. Dari usulan itu, lantas dilakukan beberapa kali sidang dengan tim dari Kemendikbudristek. Kali terakhir sidang digelar pada pekan lalu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Usulan tidak direvisi dan akhirnya kemarin langsung ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda,” kata Nugroho saat dihubungi Solopos.com, Rabu (5/10/2022).

Disbudporapar Klaten menunggu keluarnya sertifikat dari Kemendikbudristek terkait penetapan dua warisan budaya tersebut. Penetapan WBTB itu menjadi pengakuan nasional atas warisan leluhur asli Klaten.

Ekspedisi Mudik 2024

Selain itu, penetapan tersebut digadang-gadang semakin mendongkrak UMKM yang hingga kini melestarikan payung lukis Juwiring dan gerabah yang dibuat menggunakan teknik putaran miring.

Baca Juga: 16 Budaya asal Jateng Jadi Warisan Budaya Tak Benda Nasional, Ini Daftarnya

Kini, ada empat karya budaya asal Klaten yang ditetapkan menjadi WBTB nasional. Pada 2021, ada dua budaya asal Klaten yang ditetapkan WBTB. Kedua warisan budaya itu yakni sebaran apam Yaa Qawiyyu di Jatinom dan Lurik Klaten.

Desa Melikan, Kecamatan Wedi sejak lama dikenal sebagai pusatnya perajin gerabah terutama di Dukuh Pagerjurang. Salah satu keunikan gerabah di Melikan, yakni teknik pembuatannya yakni teknik putaran miring.

Meski tak ditemukan sejarah tertulis terkait awal mula kerajinan gerabah ada di Bayat, perajin meyakini kerajinan berbahan dasar tanah liat itu sudah ada saat Sunan Pandanaran mulai menyebarkan agama Islam di wilayah Bayat pada abad ke-15.

Keyakinan itu berdasarkan keberadaan Gentong Sinogo, tempayan berisi air wudu. Replika gentong itu saat ini berada di kompleks makam Sunan Pandanaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat  yang bersebelahan dengan wilayah Melikan.

Baca Juga: Berawal saat Pandemi Covid-19, Payung Batik Bayat Klaten Kini Tembus Amerika

Sekretaris Desa (Sekdes) Melikan, Sukanta, menjelaskan teknik pembuatan gerabah dengan putaran miring biasa dilakukan kaum perempuan Melikan. Perbot atau meja putar  dibikin miring.

Mereka duduk pada dingklik dan menyerong. Kaki mereka menendang bilah bambu hingga perbot bisa berputar. Bilah bambu dan perbot terhubung oleh tali.

Teknik itu dibuat untuk memudahkan kaum perempuan membikin gerabah. Pada tempo dulu, kaum perempuan masih banyak yang mengenakan jarit.

Tak sekadar unik dan memudahkan perempuanmembikin kerajinan gerabah, teknik putaran miring juga mengandung filosofi kaum perempuan membantu perekonomian keluarga dengan tetap menjaga kesopanan mereka.

Baca Juga: Meriah! Diskominfo Klaten Gandeng Ki Bayu Aji, Sosialisasi Gempur Rokok Ilegal

Sementara itu, Juwiring sejak lama dikenal sebagai sentra payung lukis. Mengutip dari laman klatenkab.go.id, payung Juwiring berbahan kertas dan dilukis dengan warna dan corak yang menarik.

Salah satu pusat kerajinan payung lukis tradisional yaitu paguyuban Payung Lukis Tradisional Ngudi Rahayu yang berada di Dukuh Gumantar, Desa Tanjung, Kecamatan Juwiring.

Kerajinan payung lukis itu sudah ada sejak lama dan secara turun temurun warga menekuni profesi sebagai perajin payung. Dulu, payung lukis digunakan sebagai perlengkapan upacara kematian dan ritual adat di Keraton Kasunanan Surakarta.

Seiring pekembangan zaman, fungsi payung hasil kerajinan warga setempat berubah menjadi hiasan dan perlengkapan dekorasi. Biasanya payung juwiring dijadikan aksesori di hotel, warung makan, tempat wisata dan hiasan rumah.

Baca Juga: Kunjungan Wisatawan di Klaten Mulai Meningkat, Sudah Capai 15.000 Orang/Bulan

Payung itu berbahan kayu, kain, dan kertas serta didukung keterampilan perajin. Pembuatan payung melalui beberapa tahapan dari pembuatan kerangka, penempelan kain atau kertas, proses pengecatan dan lukis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya