SOLOPOS.COM - Patung Jendral Sudirman di Kabupaten Pemalang (Instagram/@pemalang.update)

Solopos.com, PEMALANG – Jenderal Sudirman merupakan panglima besar TNI pertama yang sangat dihormati sepanjang sejarah Indonesia, khususnya dalam perjuangan meraih dan mempertahankan kemerdekaan di masa penjajahan kolonial.

Dia adalah putra daerah Kabupaten Purbalingga (Keresidenan Banyumas Raya) dan tidak heran jika Jenderal Sudirman menjadi sosok kebanggaan masyarakat Banyumas Raya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Di Desa Sungapan, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, tepatnya jalan menuju Taman Makam Pahlawan, berdiri patung Panglima Besar Jenderal Sudirman. Patung ini berukuran 2×7,5 meter yang berdiri gagah di persimpangan jalan. Dilansir akun Instagram @pemalang.update, Sabtu (2/10/2021), patung ini dibuat atas kreativitas pemuda di Kabupaten Pemalang.

Berat dari patung ini hampir mencapai satu ton dan dibuat dari limbah yang sangat berbahaya, yakni limbah styrofoam. Di tangan sejumlah pemuda, limbah golongan B3 atau yang dikenal dengan gabus ini berhasil disulap menjadi karya seni yang menakjubkan dan bisa bertahan hingga ratusan tahun.

Baca Juga: Nikmatnya Ayam Pencok, Kuliner Nenek Moyang Khas Grobogan

Selama proses pembuatannya, patung ini telah menghabiskan tujuh truk Styrofoam  serta 500  liter bensin. Limbah Styrofoam ini diambil dari tempat-tempat sampah maupun aliran sungai. Perlu diketahui juga, selain kisah kepahlawanannya, Jenderal Sudirman dipilih untuk diabadikan dalam patung karena pribadinya yang sangat dekat dan disegani oleh rakyat.

Tepat di hari ulang tahun ke-72 TNI pada 5 Oktober 2017 lalu, patung tersebut sudah sepenuhnya selesai dibuat dan resmi dipasang di lokasi yang berada di persimpangan Desa Sungapan tersebut hingga sekarang.

Biografi Jenderal Sudirman

Dilansir dari Liputan6.com, Jenderal Sudirman lahir dengan nama Soedirman di Purbalingga, Jawa Tengah, 24 Januari 1916. Ayahnya yang bernama Kartawiraji merupakan pekerja di Pabrik Gula Kalibagor Banyumas dan ibunya Siyem merupakan keturnan Wedana Rembang.

Sejak kecil, Sudirman diasuh oleh seorang camat bernama Raden Cokrosunaryo dan tidak diberitahu siapa ayah kandungnya sampai usia 18 tahun. Saat masih tujuh tahun, Sudirman terdaftar di sekolah pribumi (Holand Inladsche School) tapi kemudian dipindahkan ke sekolah menengah milik Taman Siswa pada tahun ke tujuh sekolah.

Baca Juga: 5 Wisata Dekat Dieng yang Eksotis

Pada tahun ke delapan, Sudirman pindah ke Sekolah Menengah Wirotomo setelah sekolah Taman Siswa ditutup oleh Ordonansi Sekolah Liar karena diketahui tidak terdaftar. Ia kemudian melanjutkan pendidikanya di HIK (Sekolah Guru) di Solo tetapi tidak sampai tamat.

Pada 1936, Sudirman kembali ke Cilacap untuk mengajar di sebuah sekolah dasar Muhammadiyah. Ia kemudian mengabdikan dirinya menjadi guru HIS Muhammadiyah, Cilacap dan pemandu di organisasi Pramuka Hizbul Wathan tersebut.

Sebagai guru, Sudirman mengajarkan murid-muridnya pelajaran moral dengan menggunakan contoh dari kehidupan para rasul dan kisah wayang tradisional. Meski bergaji kecil, Sudirman tetap mengajar dengan giat. Dalam beberapa tahun Sudirman diangkat menjadi kepala sekolah meskipun tidak memiliki ijazah guru.

Baca Juga: Kopi Kampoeng Jrahi, Oleh-Oleh Khas Pati Tapi Masih Tersembunyi

Selama mengajar, Sudirman sangat disegani oleh masyarakat. Pada zaman penjajahan Jepang tepatnya 1944, Sudirman bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor. Sehubungan dengan posisinya di masyarakat, Sudirman dijadikan sebagai komandan (daidanco) dan dilatih bersama orang lain dengan pangkat yang sama.

Perjuangan Meraih dan Mempertahankan Kemerdekaan

Pasca Indonesia merdeka dari penjajahan Jepang, ia berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Banyumas. Kemudian beliau diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya setelah menyelesaikan pendidikannya.

Jenderal Sudirman juga berjasa pada masa Agresi Militer Belanda (AMB) II di Yogyakarta pada 1948 dan berhasil membuat Belanda menarik diri. Pada saat Konferensi Meja Bundar pada 27 Desember 1949 yang berakhir pada pengakuan Kerajaan Belanda atas kemerdekaan Indonesia, Jenderal Sudirman mendapatkan gelarnya sebagai panglima besar TNI di negara yang saat itu bernama Republik Indonesia Serikat.

Selang sebulan penagugrahan gelar pada 27 Desember 1949, Jenderal Sudirman meninggal dunia di Magelang, Jawa Tengah, tepatnya 29 Januari 1950 akibat penyakit TBC yang dia derita sejak masih berjuang melawan penjajah saat AMB II. Jenderal Sudirman disemayamkan di Masjid Gedhe Kauman dan kemudian dimakamkan pada sore harinya di Yaman Makam Pahlawan Semaki. Penguburannya di taman Makam Pahlawan itu dihantarkan oleh kerumunan warga hingga dua kilometer.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya