SOLOPOS.COM - Terdakwa kasus dugaan suap judicial review di Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar (tengah) meninggalkan ruangan seusai mengikuti sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (13/6/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Jaksa KPK menanggapi curhatan Patrialis Akbar dalam sidang perdana.

Solopos.com, JAKARTA — Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar mengungkap percakapan dengan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat dirinya ditangkap di Grand Indonesia pada 25 Januari 2017 lalu. Hal itu dia sampaikan dalam sidang perdana kasus dugaan suap yang menjeratnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (13/6/2017).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Terkait “curahan hati ” Patrialis di hadapan majelis hakim tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK pun memberikan tanggapan. Pasalnya, Patrialis menyatakan dirinya tidak sedang melakukan transaksi penerimaan uang saat operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan olek KPK.

“Mengenai keberatan OTT itu, juga sudah terungkap dalam persidangan sebelumnya bahwa penangkapan saudara terdakwa terkait dengan penangkapan terhadap Kamaludin, Ng Fenny dan Basuki jadi penangkapan itu tidak dilakukan serta merta,” kata JPU KPK Lie Putra Setiawan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.

Ekspedisi Mudik 2024

Sebelum sidang ditutup, Patrialis menyampaikan sejumlah persoalan kepada majelis hakim, khususnya ia memprotes cara penangkapan dirinya karena ada seorang petugas KPK yang mengatakan ingin mempermalukan dirinya. (baca: Didakwa Terima Suap, Patrialis Akbar Ungkap percakapan Saat OTT KPK)

“Kalimat akan dipermalukan, harus diartikan akan dilakukan penangkapan dan sebagai hakim MK kalau ditangkap di depan publik maka akan tampak memperlakukan sehingga penyidik mencegah agar jangan sampai hal itu terjadi,” tambah jaksa Lie.

Tanggapan ketiga terhadap protes JPU adalah Patrialis tidak melakukan tindakan hukum apapun terkait dengan OTT yang diprotesnya itu.

“Kalau penangkapan dipermasalahkan sepatutnya dipertimbangkan untuk melakukan praperadilan sebelum dakwaan dilakukan, jadi tidak tepat disampaikan di sini,” ungkap jaksa Lie.

Patrialis juga mempermasalahkan pernyataan pimpinan KPK yang mengatakan bahwa ia ditangkap bersama dengan seorang wanita. “Apakah penangkapan terkait dengan wanita tidak kami tanggapi,” kata jaksa Lie.

Terakhir, terkait dengan sumpah Patrialis yang menyatakan ia tidak pernah menerima satu rupiah pun dari Basuki Hariman melalui Kamaludin, hal itu masih akan dibuktikan di persidangan. “Terkait penerimaan uang dari Kamaludin, Basuki Hariman dan Ng Fenny masuk dalam materi perkara sehingga tidak kami tanggapi,” ucap jaksa Lie.

Patrialis dalam perkara ini diduga menerima 70.000 dolar AS (sekitar Rp966 juta), Rp4,043 juta dan dijanjikan akan menerima Rp2 miliar dari Basuki Hariman dan Ng Fenny melalui Kamaludin untuk mempengaruhi putusan Perkara Nomor 129/ PUU-XIII/ 2015 terkait uji materi atas UU No. 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Basuki Hariman adalah beneficial owner (pemilik sebenarnya) dari perusahaan PT Impexindo Pratama, PT Cahaya Timur Utama, PT Cahaya Sakti Utama dan CV Sumber Laut Perkasa sedangkan Ng Fenny merupakan General Manager PT Impexindo Pratama. Keduanya sudah lebih dulu menghadapi sidang dakwaan pekan lalu.

Meski bukan menjadi orang yang mengajukan permohonan uji materi, Basuki dan Ng Fenny punya kepentingan agar memenangkan uji materi tersebut karena dengan adanya impor daging kerbau dari India akibat UU tersebut menyebabkan ketersediaan daging sapi dan kerbau lebih banyak dibanding permintaan serta harganya menjadi lebih murah dan menyebabkan Basuki sebagai importir merugi.

Basuki lalu meminta bantuan seorang pengusaha bernama Kamaludin yang juga teman dekat Patrialis Akbar sehingga Kamaludin merancang sejumlah pertemuan di antara keempatnya.

Pertemuan-pertemuan berlanjut dengan Patrialis memberikan sejumlah saran kepada Basuki agar memenangkan perkara itu antara lain kepada dua orang hakim Mahkamah Konstitusi yaitu I Dewa Gede Palguna dan Manahan MP Sitompul; membuat “surat kaleng” atau pengaduan dari masyarakat agar tim kode etik MK melakukan proses etik terhadap dua hakim tersebut; melakukan pendekatan kepada Hakim Suhartoyo yang belum menentukan pendapat; menginformasikan siapa saja hakim Konstitusi yang mengabulkan dan menolak; serta membolehkan Kamaludin untuk memotret draft putusan untuk ditunjukkan ke Basuki.

Atas jasa-jasa Patrialis itu, Kamaludin mendapatkan uang dari Basuki yang selanjutnya digunakan untuk kebutuhan Patrialis. Pemberian uang itu adalah pertama pada 22 September 2016 di restoran Paul Pacific Place sebesar 20 ribu dolar AS untuk membayar biaya hotel, golf dan makan bersama Patrialis Akbar, Ahmad Gozali dan Yunas di Batam.

Kedua, pada 5 Oktober 2016 di restoran Paul Resto, Pacific Place, Basuki Hariman memberikan 20.000 dolar AS kepada Kamaludin karena Kamaludin telah membantu permohonan uji materi perkara itu dikabulkan.

Ketiga, pada 13 Oktober 2016 bertempat di restoran di Hotel Mandarin Oriental sebesar 10 ribu dolar AS untuk biaya transportasi, akomodasi dan kegiatan golf Kamaludin, Patrialis Akbar, mantan Ketua MK Hamdan Zoelva dan Ahmad Gozali di Batam dan Bintan.

Keempat, pada 23 Desember 2016 di area parkir Plaza Buaran sebesar 10.000 dolar AS untuk keperluan umrah.

Selain itu Basuki pun menjanjikan Rp2 miliar yang sudah ditukar menjadi 200.000 dolar Singapura, namun belum sepat diberikan kepada Patrialis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya