SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Saat Paskah, yang diperingati umat kristiani di seluruh dunia termasuk di Indonesia pekan lalu, sejatinya menjadi kesempatanuntuk melakukan perziarahan batin, yaitu menyambut dan mengenang akan peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus, Isa Almasih.

Dalam perapektif iman kristiani, peristiwa itu memiliki esensi yang sangat dalam. Karena di dalam peristiwa Jumat Agug, kita mengenangkan puncak sengsara dan kematian Yesus untuk menyelamatkan manusia di dunia.

Promosi Pembunuhan Satu Keluarga, Kisah Dante dan Indikasi Psikopat

Rangkaian pekan suci yang dimulai sejak Minggu Palma, yaitu ketika Yesus memasuki kota Yerusalem yang disambut semarak dan meriah oleh rakyat (Luk. 19:28-44), kemudian Kamis Putih, pada saat Yesus mengadakan perjamuan malam terakhir bersama-sama para murid-Nya (Luk. 22:14-38), dan selanjutnya sengsara dan wafat-Nya pada Jumat yakni Jumat Agung (Yoh. 18-19), dan puncaknya yaitu dengan  kebangkitan-Nya pada hari Raya Paskah (Yohanes 20).

Di sini menunjukkan kepada kita bahwa Salib Yesus menyimpan suatu paradoks Allah yang tersembunyi namun sekaligus terungkap Allah yang hadir dan Allah yang menyertai kita. Lewat penderitaan dan kelemahan kemanusiaan Yesus, nyata kuasa Allah yang menyelamatkan. Senada dengan itu sebagai simbol hukuman yang melecehkan dan merendahkan martabat mauusia, salib tidak mungkin disukai; salib adalah lambang kebodohan.

Kematian Yesus dua ribu tahun silam merupakan satu buah konspirasi agama dan politik dari perilaku yang tidak adil. Yesus ditangkap di tengah malam, pada waktu Ia sedang berdoa di taman Getsemani, Ia dibelenggu, diseret oleh para serdadu, pakaian-Nya ditanggalkan, diadili dan disiksa secara sadis untuk ukuran manusia. Ia dihukum mati di salib oleh Pontius Pilatus, yang merupakan representasi pemerintah penjajah Romawi.

Pontius Pilatus didesak untuk memberi kesaksian palsu oleh rakyat, para pemuka agama Yahudi yang telah kalap oleh kebencian terhadap Yesus, Secara agamis mereka tidak mampu membuktikan tuduhan dan menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus. Mereka menghasut Pontius Pilatus untuk menghukum Yesus dengan tuduhan “Dia mengakui sebagai raja orang Yahudi; sebuah tuduhan politik yang membahayakan status quo kekuasaan penjajah”.

Karena takut kehilangan dukungan rakyat dan jabatan, dengan kekuasaannya, meski tidak menemukan bukti kesalahan apa pun dalam diri Yesus, hukum salib tetap dijatuhkan kepada-Nya. Itulah sejarah kelam suatu konspirasi kekuatan agama dan politik yang berujung ketidakadilan.

Pada kesempatan Paskah, Gereja mengundang dan mengajak kita agar dengan tutus meninjau kembali hidup kita dalam cahaya Injil. Gereja mengajak melalui permenungan atas tema besar  keadilan’, dengan bertitik tolak pada penegasan Paulus yakni ‘Kebenaran Allah telah dinyatakan karena iman dalam Yesus Kristus’ (Roma 3:21-22). Masa Paskah bagi kita untuk  merenungkan  ulang sikap batin di tengah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Badai krisis yang menimpa bangsa ini belum juga pulih. Berbagai cara telah ditempuh agar krisis segera berakhir. Tentunya sebagai bangsa religius kitapun tak kurang-kurangnya untuk berdoa, agar Tuhan mendengar bahwa bangsa ini bertekad untuk bertobat, perilakunya tidak korup, menindas, culas, pendendam, curang dan berlaku tidak adil. Bukankah Tuhan itu pengasih, sabar dan berlimpah kasih setia. Megapa Tuhan membisu membiarkan badai krisis terus berlangsung.

Adakah lagi yang salah dari bangsa ini? Almarhum Romo Mangunwijaya pernah menyatakan, bangsa ini ini sedang kebingungan, karena tidak tahu lagi apa yang harus dibuat. Seakan-akan semuanya serba buntu, kenyataan krisis itu kini telah menggerus dan merambah pada krisis kepercayaan. lbarat penyakit bangsa ini sudah terserang kanker kronis.

Dalam istilah kedokteran, penyakit seperti ini harus segera diambil tindakan dengan mengoperasi, dan tidak hanya cukup diberi obat-obatan antibodi yang bersifat mencegah agar tidak menjalar kebagian lain. Bukankah akar penyakit bangsa ini adalah tergerusnya kemerosotan moral di segala bidang kehidupan?

Dalam pandangan iman kristiani, peristiwa Paskah yang kini kita rayakan kiranya dapat menjadi titik pijak dan kerangka pikir membangun kesadaran baru mengadakan perubahan utamanya terhadap diri sendiri, dan kolektif kaitannya dengan umat dan warga masyarakat yang berkendak baik, untuk mewujudkan tata kehidupan Indonesia baru demokratis dan beradab. Drama penderitaan Yesus merupakan prototipe duka manusia.

Artinya, penderitaan yang mengerikan itu nyata fase hidup manusia. Memaknai duka luar biasa derita Yesus adalah bukti solidaritas dan belarasa Allah yang ditujukan kepada umat manusia yang tidak pernah bisa menghindar dari kodrat kefanaannya. Ketika Yesus di puncak kematian- Nya dalam sakratul maut di kayu salib, Ia ikut berduka bersama mereka yang sedang terpuruk karena bencana.

Ketika mati, ia tidak melucuti diri-Nya dari realitas paling menggentarkan itu. Ia berteriak, Eloi, Eloi lama sabakhtani? Allahku, ya Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku (Mat. 27 :47). Tampaknya sebuah teriakan kesendirian, pada kenyataannya salib yang merupakan hukuman paling biadab dan keji secara politis yang hanya ditimpakan kepada para pemberontak politik, budak. Tetapi berkat kematian Yesus di salib diubah menjadi tanda kemenangan dan tegaknya keadilan, yang ditunjukkan Allah pada hari kebangkitan-Nya.

Kebangkitan menjadi bukti solidaritas dan belarasa Allah terhadap kesetiaan dan ketaatan Yesus menyuarakan kebenaran, keadilan dan kesejahteraan. Sebelum perilaku adil dan kebenaran ditegakkan, seruan-seruan liberatif bagi kaum kecil, lemah miskin dan tersingkir, cacat dan tertidas akan terus mengeras, sampai kapanpun dan dimana pun! Hanya perilaku adil yang di wujud nyatakan dalam hidup keseharian kita adalah salah satu seruan itu, tidak cukup hanya lewat kata-kata, tetapi utamanya adalah perbuatan.

Hanya dengan kesucian hati kita dimampukan memanusiakan manusia dari kubangan dosa. Karena itu yang dikehendaki oleh Yesus Kristus adalah, ibadat sejati dan bukan ibadat formalisme yang terwujud penuh gebyar, penuh dengan suasana romantisme. Amin.

Ft. Wiwieko Basuki
Prodiakon Paroki Keluarga
Kudus Banteng Sleman

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya