SOLOPOS.COM - Penambang pasir menaikkan pasir dari pinggir Sungai Progo ke truk secara manual di Dusun Pingitan, Desa Sumberarum, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Rabu (30/1/2013). Foto diambil dari Jembatan Ngapak. (JIBI/Harian Jogja/Joko Nugroho)

Penambang pasir menaikkan pasir dari pinggir Sungai Progo ke truk secara manual di Dusun Pingitan, Desa Sumberarum, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Rabu (30/1/2013). Foto diambil dari Jembatan Ngapak. (JIBI/Harian Jogja/Joko Nugroho)

SLEMAN—Penambangan pasir Merapi manual di Sungai Progo tetap diperbolehkan. Pasalnya, pasir Merapi yang melintas di Sungai Progo masih cukup banyak terlebih menggenangi area persawahan milik warga.

Promosi Primata, Permata Indonesia yang Terancam Hilang

Hal ini seperti yang terjadi di Dusun Kisik 1 dan Kisik 2, Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir.

Kepala Desa Sendangagung, Hadjid Badawi menuturkan masih diperkenankannya penambangan manual ini juga atas seizin dinas terkait, dalam hal ini Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral (SDAEM) Daerah Kabupaten Sleman.

Ekspedisi Mudik 2024

“Kami sudah izin dan memang diperbolehkan untuk tetap dilakukan penambangan. Penambang juga dibebaskan dari pungutan pajak karena hasilnya memang untuk kepentingan warga itu sendiri,” jelas Hadjid kepada harianjogja.com di kantornya, Rabu (30/1/2013).

Meskipun penambangan tidak dipungut pajak, namun untuk pengangkutan tetap dikenakan pajak.

Namun Hadjid tidak mengetahui pajak yang harus dibayarkan masing-masing sopir truk itu karena ada petugas lain.

Menurut Hadjid kebanyakan pasir yang diambil dari wilayah Sendangagung ini dibawa ke Kulonprogo dan Magelang. Jadi ada kemungkinan pajak akan dikenakan di Kabupaten Kulonprogo.

“Tapi secara pastinya saya tidak tau teknis pajak pasir itu. Kami kemarin hanya minta agar pajak yang di warga untuk ditiadakan, sebab pasir itu untuk mengganti sawah mereka yang tertimbun. Terlebih mereka belum bisa menanam sejak erupsi Merapi 2010 silam,” jelas Hadjid.

Hadjid mengaku kebijakan penambangan pasir ini tidak hanya dilakukan diwilahnya. Namun ada beberapa wilayah yang masih mempertahankan untuk dilakukan penambangan namun dengan cara manual.

“Di sini sekarang sudah sedikit orang yang menambang. Ada, tapi tidak sebanyak tahun lalu yang truk bisa keluar masuk setiap satu jam sekali. Sekarang, mungkin hanya tinggal beberapa titik saja. Yang masih banyak malah di bawah Jembatan Ngablak,” jelas Hadjid.

Hal ini dibenarkan salah satu penambang di bawah jembatan Ngablak, Sukijo. Sukijo mengaku masih leluasa menambang pasir namun harus dengan cara manual. Tidak bisa lagi dengan cara menggunakan alat berat, seperti backhoe.

“Alat berat sudah diparkir. Sekarang yang diperbolehkan hanya dengan manual untuk menaikkan pasir ke truk. Biasanyanya, untuk satu truk kami bisa mematok harga Rp150.000 per rit atau satu truk kecil,” kata Sukijo.

Menurut Sukijo, pasir yang diambilnya di Sungai Progo ini banyak diminta pengusaha asal Magelang. “Biasanya pemilik tanah sudah ada permintaan dari Magelang,” jelasnya yang berharap agar penambangan pasir manual di Sleman masih diperbolehkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya