SOLOPOS.COM - Pasar Triwindu, Solo, Minggu (11/2/2018). (M Ferri Setiawan/JIBI/Solopos)

Nama pasar tradisional Solo yang satu ini sudah dikenal luas.

Solopos.com, SOLO — Jika ada banyak bebu yang menempel pada barang dagangan, tentu pemilik barang dagangan itu akan segera mengambil lap atau kemoceng untuk membersihkannya.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Tujuan tentu agar barang dagang menjadi bersih dan menarik perhatian calon pembeli. Tapi hal itu tidak berlaku untuk semua barang dagangan. Nyatanya ada yang justru membiarkan barang dagangannya berdebu, karena barang yang berdebu justru lebih menarik perhatian pembeli.

Pada Minggu (11/2/2018), situasi Pasar Triwindu tidak terlalu ramai. Dua wanita duduk di depan lapak masing-masing yang tetaknya bersebelahan. Irine Bellyana dan Armi. Mereka terlihat sedang asyik mengobrol. Di sekitar mereka berjajar barang dagangan yang jenisnya beragam.

Ada patung kayu, koin model kuno, piring keramik, bros dan perhiasan logam dan barang dagangan lain. Barang dagangan itu ada yang digantung, ada yang ditata di rak, ada pula yang hanya diletakkan begitu saja di lantai.

Pasar Triwindu dikenal sebagai pasar tradisional yang menyediakan barang-barang lawas atau antik. Ada pula barang model lama yang diproduksi baru. Pembeli barang-barang tersebut bukan hanya warga Solo. Namun banyak barang yang dari luar kota bahkan luar negeri.

“Ada pembeli kami yang berasal dari Jepang. Datangnya tidak pasti. Kalau datang, barang apapun bisa dibeli. Kadang barang yang bagi kami hanya ditaruh sembarangan, ternyata justru diminati,” terang Irine saat diemui Solopos.com di lapaknya, Minggu.

Dia mengatakan beberapa pelanggannya justru membeli barang yang kondisinya berdebu dan kotor. Secara pasti dirinya juga tidak mengetahui alasannya. “Mungkin yang kotor itu kesan antiknya lebih terlihat. Dulu pernah barang yang dipajang saya bersihkan. Ada pembeli datang, yang dilih justru yang tertumpuk yang masih kotor,” katanya.

Hal yang sama juga disampaika Armi. Dia menunjukkan patung loro blonyo yang ada di sampingnya. Tangannya mengusap salah satu sisi patung. “Bukannya kami tidak ingin membersihkan. Tapi yang berdebu ini justru lebih diminati,” terangnya. Meski barang berdebu banyak dicari, namun berdasarkan pantauan Solopos.com, kondisi pasar tersebut cukup bersih.

Menurutnya penjualan barang antik atau lawas tidak bisa diprediksi. Jika pada komoditas lain dapat diketahui trennya, hal itu tidak berlaku pada penjualan barang antik.

“Biasanya pelanggan datang, kemudian tertarik, lalu beli,” tutur dia. Irine yang berada di samping Armi pun menimpali. “Dulu pernah saya tanya ke pelanggan saya. Kalau besok ke sini mau cari barang apa kami siapkan? Tapi setelah sampai sini, dia jutru tertarik barang lain,” kata dia.

Bulan ini sebagian pedagang di Pasar Triwindu juga terdaftar menjadi peserta Solo Great Sale (SGS) 2018. Meski dari segi peningkatan jumlah transaksi belum dapat dilihat, pedagang mengatakan ada antusias lebih dari pengunjung untuk mengikuti program tersebut.

“Ada pembeli dari Malang, belanja sekitar Rp200.000, kemudian kami beri tahu adanya SGS, dia senang sekali dan ingin menukarkan poinnya ke petugas di depan,” kata dia.

Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Triwindu, Dodi Sudarsono, mengatakan selama pelaksanaan SGS, jumlah pengunjung mengalami sedikit peningkatan. “Kunjungan orang dari luar Solo ada peningkatan. Dari Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan kota-kota lain. Animo pembelian juga meningkat. Semula mau beli satu jadi beli tiga barang,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya