SOLOPOS.COM - Salah seorang pedagang menuntun sepeda kayuh di lorong los zona daging lantai I Pasar Ir. Soekarno, Sukoharjo, Selasa (9/6/2015). Disperindag telah mengambilalih sejumlah los di zona tersebut. (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Pasar tradisional Sukoharjo yakni Pasar Ir. Soekarno diusulkan dikelola swasta.

Solopos.com, SUKOHARJO – Pedagang Pasar Ir. Soekarno mengusulkan pasar tradisional di Sukoharjo itu dikelola oleh pihak ketiga atau swasta lantaran masalah sepinya pasar tak kunjung teratasi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Para pedagang siap melepas kios dan los dan berpindah berjualan ke lokasi lain. Hingga sekarang kondisi pasar terbesar di Sukoharjo masih sepi sejak sejak para pedagang pindah dari pasar darurat ke bangunan baru pasar pada awal 2015.

Separuh lebih kios dan los pasar kosong. Masyarakat memilih berbelanja kebutuhan pokok di luar pasar. Tak ayal, penghasilan para pedagang di dalam pasar merosot tajam.

Kondisi ini berimbas pada kelangsungan hidup pedagang dan minimnya retribusi daerah dari pasar tradisional. Tak sedikit pedagang pasar yang gulung tikar lantaran minimnya penghasilan yang didapat setiap hari.

Mereka beralih profesi menjadi buruh tani, tukang becak, hingga sopir taksi untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Sementara target retribusi daerah dari sektor pasar tradisional tak mencapai target lantaran ratusan kios dan los pasar kosong.

Seorang pedagang daging ayam, Sumarsono, meyakini kondisi sepinya pasar tak bakal berubah apabila tak ada gebrakan atau terobosan baru dari Pemkab Sukoharjo. Para pedagang kelimpungan selama lebih dari tiga tahun akibat penghasilan yang didapat setiap hari sangat minim.

“Kami mengusulkan agar kios dan los pasar dijual dan dikelola pihak ketiga atau swasta agar dapat mengatasi masalah ini [kondisi pasar sepi]. Kalau begini terus, kondisi sepinya pasar bakal berlangsung selama bertahun-tahun mendatang,” kata dia, saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (23/11/2016).

Sumarsono mengaku siap melepas los daging ayam miliknya dan berpindah ke lokasi lain dengan syarat setiap pedagang menerima uang pesangon. Dia meminta uang pesangon senilai Rp17,5 juta/los dan Rp60 juta/kios. Hal ini diusulkan lantaran para pedagang putus asa akibat sepinya pasar yang tak kunjung teratasi.

Selain pedagang, Pemkab Sukoharjo juga merugi lantaran target retribusi daerah dari sektor pasar tradisional tak tercapai. “Pemkab dan pedagang sama-sama merugi akibat sepinya kondisi pasar. Pemkab tak dapat mencapai target retribusi daerah karena separuh lebih kios dan los kosong. Lebih baik, pasar dikelola pihak ketiga daripada begini terus tak ada solusi efektifnya,” terang dia.

Sumarsono dan sejumlah pedagang pasar berencana menyampaikan aspirasi ihwal usulan pengelolaan pasar oleh pihak ketiga kepada DPRD Sukoharjo. Mereka berharap anggota legislatif memperjuangkan nasib ratusan pedagang yang diujung tanduk.

Bertahan Hidup

Hal senada diungkapkan pedagang lainnya, Margono. Saat ini, pedagang yang berjualan di dalam pasar tak lagi mencari keuntungan melainkan hanya bertahan hidup. Bisa jadi, mereka gulung tikar dalam beberapa bulan mendatang. Sepinya pasar dipicu pembangunan pasar yang mangkrak lebih dari dua tahun.

Margono juga siap melepas kios miliknya di lantai II dan berpindah berjualan ke lokasi lain. “Sampai lima tahun mendatang kondisi pasar bakal sepi pembeli jika tak ada terobosan baru untuk menata pedagang di luar pasar. Apakah menunggu seluruh pedagang gulung tikar baru masalah dibenahi? Kami sudah bertahan selama tiga tahun, apakah masih kurang?” papar dia.

Di sisi lain, Wakil Ketua DPRD Sukoharjo, Sunoto, mengatakan para pedagang diminta membuat surat resmi yang berisi usulan pengelolaan pasar terbesar di Kabupaten Jamu. Sunoto tak memungkiri permasalahan di Pasar Ir. Soekarno sangat komplek mulai dari kondisi pasar sepi hingga tak maksimalnya penataan pedagang di luar pasar.

Salah satu solusi alternatifnya adalah membatasi jam operasional pedagang yang berjualan di luar pasar. Misalnya, pedagang hanya diperbolehkan berjualan di luar pasar sampai pukul 07.00 WIB. “Kondisi di Pasar Legi, Solo tak jauh berbeda. Pedagang berjualan di luar pasar saat subuh hari. Namun, mereka konsisten hanya berjualan sampai pukul 07.00 WIB dan langsung masuk ke dalam pasar,” terang politikus asal PAN ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya