SOLOPOS.COM - Para perajin batik di Desa Kebon, Kecamatan Bayat, Klaten, membatik di kain sepanjang 300 meter di tepi jalan desa setempat, Senin (2/10/2017). (Taufiq Sidik Prakoso/JIBI/Solopos)

Solopos.com, KLATEN – Meski pasar batik masih lesu, para perajin batik di Klaten, salah satunya di Kebon, Bayat, tetap berproduksi dengan mengandalkan uang tabungan untuk menjalankan usaha mereka.

Salah satu perajin batik di Desa Kebon, Kecamatan Bayat, Klaten, Dalmini, mengatakan kondisi penjualan macet terjadi terutama selama dua bulan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Belakangan, penjualan batik kembali bergulir meskipun tak sebanyak sebelum ada pandemi.

Jangan Patah Semangat, Ini Tips Mendapatkan Pekerjaan di Tengah Pandemi

Ekspedisi Mudik 2024

Hal itu dirasakan sekitar 180 perajin batik di Kebon yang tergabung dalam kelompok pembatik Batik Kebon Indah.

“Biasanya kalau dalam sebulan itu bisa menjual 150-200 potong [dalam satu kelompok]. Sekarang ya hanya 10-15 potong. Jadi memang tidak banyak,” jelas Dalmini yang juga pimpinan Batik Kebon Indah saat dihubungi Solopos.com, Kamis (1/10/2020).

Selain itu, sejak ada pandemi nyaris tak ada kunjungan ke Kebon. Sebelum pandemi terjadi, Desa Kebon menjadi salah satu jujukan para tamu terutama dari kalangan pelajar untuk belajar membatik.

Kesulitan Melunasi Pinjaman Bank

Selain masalah pasar yang lesu, Dalmini mengaku sejak ada pandemi Covid-19 para perajin batik kesulitan melunasi pinjaman bank. Dia menjelaskan ada beberapa perajin batik memiliki pinjaman dengan nominal Rp25 juta hingga Rp30 juta.

“Karena kondisi ini ada yang tidak bisa setor. Akhirnya pada pergi ke bank untuk meminta penundaan setoran,” jelas dia.

Klaten Bentuk Gugus Tugas RW Untuk Gotong Royong Tangani Covid-19

Meski pasar masih lesu, aktivitas produksi batik itu tetap bergulir mengandalkan uang tabungan. Namun, kapasitas produksi dikurangi.

Jika sebelum masa pandemi para perajin di Desa Kebon bisa membuat 300 potong kain/bulan, selama masa pandemi ini hanya sekitar 75 potong per bulan.

Soal alasan tetap berproduksi, Dalmini mengatakan hal itu dilakukan untuk menambah stok kain batik.

PNS dan TNI/Polri Tak Bisa Terima BPUM, Kalau Telanjur Otomatis Dana Terblokir

Selain itu, cara tersebut dimaksudkan agar para pekerja batik Kebon tak terlalu terdampak pandemi Covid-19.

“Kalau saya pribadi karena kasihan melihat kondisi mereka. keluarga mereka ada yang suaminya biasanya bekerja merantau, karena ada pandemi ini tidak bisa bekerja. Akhirnya tetap berproduksi meskipun hasilnya tidak banyak, tetapi mereka tetap masih ada penghasilan,” kata Dalmini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya