SOLOPOS.COM - Dua anggota Forpi Kota Jogja (kanan) sedang berbincang dengan salah satu pedagang Pasar Demangan, Rabu (24/1/2018). (Ujang Hasanudin/JIBI/Harian Jogja)

Pedagang pasar tumpah mengklaim tidak dapat berjualan di dalam pasar karena sudah tidak ada tempat.

Harianjogja.com, JOGJA–Para pedagang di luar Pasar Demangan atau pasar tumpah sudah lama beroperasi, bahkan ada yang sudah berjualan sejak 1986 silam. Mereka tidak bisa masuk ke dalam pasar karena sudah tidak ada tempat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Kalau masih muat dari dulu saya sudah masuk. Sudah tidak ada tempat,” ucap Keriyanto, 55, salah seorang pedagang sayuran di depan Pasar Demangan, disela-sela berjualan, Rabu (24/1/2018) pagi.

Warga Selomartani, Kalasan, Sleman ini memanfaatkan selasar toko di barat pasar. Selama ini ia tidak dipungut biaya apapun selama berjualan, kecuali hanya uang kebersihan Rp100.000 per bulan dengan inisiatif sendiri. Setiap hari ia berjualan mulai pukul 05.00-10.00 WIB.

Keriyanto mengklaim selama ini tidak ada yang mengeluhkan selama ia berjualan di selasar toko depan pasar. Namun demikian, ia pun siap ditata dan masuk ke dalam pasar jika tempatnya memungkinkan. Senada diungkapkan oleh Sumarikin, pedagang ikan basah di depan pasar. Ia berjualan sejak 1997 dan siap ditata jika memang diinginkan Pemerintah Kota Jogja.

Menurut Keriyanto, pedagang di depan Pasar Demangan sebenarnya sudah ada beberapa yang masuk dan memanfaatkan selasar toko di dalam pasar. Namun kini kondisi los dan selasar sudah tidak mampu lagi menampung limpahan pasar yang ada di luar.

Baca juga : Pedagang Pasar Tumpah di Demangan Tuai Polemik

Tukinem, salah satunya. Pedagang sayuran asal Maguwoharjo, Depok, Sleman ini awalnya berjualan di depan pasar. Namun mendapat kesempatan masuk ke dalam dan menempati selasar toko sejak 15 tahun lalu dan menempati los seluas sekitar 2×2 meter persegi.

Sejak masuk ke dalam pasar, ia pun dikenakan retribusi sebesar Rp4.00 per hari atau Rp12.000 per bulan. Ia juga memiliki kartu bukti pedagang (KBP) Pasar Demangan. Poniyem, pedagang ikan basah di dalam pasar juga dulunya sempat berjualan di luar pasar dan membayar Rp1.200 per hari.

Ia sudah 20 tahun lamanya berjualan. Namun mulai merasakan sepinya pembeli sejak 10 tahun terakhir. Menurut dia, sepuluh tahun lalu, Pasar Demangat sangat ramai, bahkan pembeli bisa berdesak-desakan untuk masuk tiap gang kios. Daganyannya pun selalu habis bahkan bisa menambah stok sejak pagi sampai sore.

Saat ini sejak dirinya buka toko sekitar pukul 05.00 WIB hingga pukul 08.30 WIB belum ada 50% dagangannya laku. Poniyem berharap Pemerintah Kota Jogja memperhatikan kondisi pedagang di dalam pasar dengan menata semua pedagang termasuk pedagang di depan pasar, “Biar sama-sama lakunya, tidak hanya yang di depan pasar,” kata dia.

Pedagang Perlu Musyawarah

Pagi ini, Forum Pemantau Independen Fakta Integritas (Forpi) Kota Jogja juga meninjau Pasar Demangan. Peninjauan tersebut juga berawal dari adanya keluhan pedagang di dalam pasar. Dalam kesempatan tersebut, Forpi membandingkan antara pedagang di dalam pasar dan luar pasar. “Yang di luar barang yang dijual sama dengan di dalam sehingga lebih laku di luar karena akses pembeli lebih mudah,” ujar Koordinator Forpi Kota Jogja, FX Harry Cahya.

Namun demikian, Harry menilai sepinya pembeli di dalam pasar tidak hanya disebabkan oleh pedagang luar pasar. Penyebab lainnya, kata dia, karena memang sudah banyak pasar modern dan pasar berjejaring yang turut mempengaruhi sepinya pasar tradisional.

Demi keadilan bersama semua pedagang Pasar Demangan, Harry menyarankan perlu ada pertemuan bersama antara pedagang di dalam dan luar pasar, paguyuban, lurah pasar, camat, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Jogja. Ia menilai perlu ada penertiban, namun atas kesepakatan bersama sesama pedagang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya