SOLOPOS.COM - Ilustrasi pernikahan (Solopos/Whisnupaksa)

Solopos.com, SRAGEN -- Tim Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sragen mengunjungi keluarga pasangan remaja yang menikah dini pada 13 Desember 2020 lalu di Kecamatan Sukodono, Sragen, Kamis (4/2/2021).

Tim DP2P3A Sragen mengimbau pasangan usia dini itu untuk menunda kehamilan. Alasannya hamil pada usia dini berisiko tinggi terhadap keselamatan ibu dan anak.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

P2TP2A Sragen merupakan pusat layanan dari Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Sragen. Dua orang anggota Bidang Pelayanan dan Advokasi P2TP2A Sragen Dyah Nursari bersama Retno Malini berdialog langsung dengan orang tua dan pasangan remaja tersebut di rumah mereka.

Baca Juga: Jateng Di Rumah Saja, Solo Terapkan SE PPKM Dengan Prokes dan Sanksi Lebih Ketat

Selain itu, mereka juga berkunjung ke Balai Desa Karanganom, Sukodono, untuk memberi pengarahan pencegahan pernikahan usia dini di desa setempat. Dyah Nursari yang saat ditemui Solopos.com, Kamis siang, sepulang dari Sukodono, Sragen, mengatakan sudah meminta klarifikasi terhadap pasangan remaja yang menikah dini itu.

Dari hasil dialog itu, Dyah menemukan fakta bahwa sebenarnya usia pengantin perempuan dari pasangan itu lebih tua dua tahun. Tahun lahir yang tertuang dalam akta kelahiran pengantin perempuan itu bukan 2008 tetapi 2006.

Orang Tua Khawatir

“Jadi umur anak perempuan itu sebenarnya bukan 12 tahun melainkan 14 tahun dan sekarang masih kelas VIII SMP. Logikanya kalau umur 12 tahun tidak mungkin sekarang Kelas VIII SMP. Kalau anak laki-lakinya benar sudah lulus SMP berumur 17 tahun,” ujar Dyah.

Baca Juga: Sidang Kasus Pengeroyokan Di PN Karanganyar Ricuh, Kapolres: Selanjutnya Virtual Saja!

Dyah melanjutkan orang tua pasangan remaja di Sukodono, Sragen, itu mengizinkan mereka menikah pada usia dini karena khawatir dengan risikonya. Keduanya sudah sama-sama suka dan sudah menjalin hubungan erat.

Dyah mengatakan P2TP2A Sragen hanya bisa mengimbau supaya remaja itu menunda kehamilan karena hamil pada usia itu rentan atau berisiko tinggi terhadap kondisi ibu dan bayinya. Ia mengatakan batas minimal menikah berdasarkan UU Perkawinan memang 19 tahun.

Tetapi batas minimal usia reproduksi yang matang dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) itu yakni umur 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. “Secara psikologis juga si anak perempuan itu bisa mengalami baby blues syndrome, yakni semacam depresi setelah melahirkan,” katanya.

Baca Juga: Solo Terapkan Jateng Di Rumah Saja, Pasar dan Hajatan di Hotel Boleh Tetap Jalan

Pemerintah Desa Sempat Menolak

Dyah melanjutkan pemerintah desa setempat sebenarnya sudah berusaha mencegah pasangan remaja di Sukodono, Sragen, itu menikah pada usia dini. Caranya dengan menolak berkas pengajuan pernikahan mereka hingga akhirnya mendapatkan dispensasi dari Pengadilan Agama (PA).

Dyah mengatakan kasus itu merupakan yang pertama di wilayah tersebut. “Pemerintah desa setempat sudah mengalokasikan anggaran dari dana desa untuk pencegahan pernikahan usia dini. Pemerintah desa setempat berusaha untuk sosialisasi agar kasus pernikahan usia dini itu tidak terulang lagi,” ujarnya.

Baca Juga: Jateng Di Rumah Saja, Pemkab Sukoharjo Izinkan Mal dan Swalayan Tetap Beroperasi

Dyah belum mengantongi data jumlah pernikahan usia dini di Sragen. Biasanya Dyah meminta data itu ke Pengadilan Agama atau ke Kantor Kementerian Agama Sragen.

Sebelumnya, kabar pernikahan dini pasangan remaja asal Sukodono, Sragen, membuat heboh publik. Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak sampai ikut berkomentar mengenai hal tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya