SOLOPOS.COM - Ki Sugeng Subagya (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Program Merdeka Belajar sebagai ikhtiar memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan patut diapresiasi. Sebagai program transformatif banyak hal yang harus ditelaah secara kritis, antara lain, rapor pendidikan Indonesia dan program guru penggerak.

Merujuk rapor sebagai laporan hasil belajar, rapor pendidikan Indonesia dapat dianalogikan sebagai laporan resmi kinerja pendidikan sebagai tindak lanjut asesmen nasional. Asesmen nasional dikonsepkan sebagai sistem evaluasi pendidikan mutakhir yang berfokus pada kompetensi literasi, numerasi, karakter, dan kondisi lingkungan belajar yang mendukung proses pembelajaran yang efektif.

Promosi Piala Dunia 2026 dan Memori Indah Hindia Belanda

Sejalan dengan itu asesmen nasional diharapkan mengakselerasi sistem penilaian pendidikan yang berwujud formulasi evaluasi pendidikan yang berorientasi pada mutu, sistem, dan pengumpulan informasi yang terintegrasi serta mendorong refleksi dan perbaikan.

Dalam rapor pendidikan dimuat laporan asesmen nasional secara komprehensif. Disertakan pula analisis lintas sektor yang holistik untuk masing-masing satuan pendidikan dan daerah. Juga terintegrasi berbagai data pendidikan untuk membantu satuan pendidikan dan dinas pendidikan mengidentifikasi capaian dan akar masalah, melakukan refleksi, dan kemudian merancang strategi pembenahan berbasis data.

Ekspedisi Mudik 2024

Rapor pendidikan dimanfaatkan oleh satuan pendidikan dan dinas pendidikan sebagai instrumen evaluasi diri, perbaikan, dan peningkatan mutu pendidikan berbasis data. Selama ini sistem penjaminan mutu pendidikan internal satuan pendidikan tidak objektif karena tidak berbasis data.

Komitmen satuan pendidikan untuk melakukan evaluasi diri tergolong lemah. Intervensi kebijakan dinas pendidikan sering tidak tepat sasaran. Generalisasi sistem kebijakan berakibat tidak efektifnya perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan.

Misalnya, yang dibutuhkan satuan pendidikan adalah peningkatan kapasitas guru dalam perencanaan dan evaluasi pembelajaran tetapi bantuan pemerintah melalui dinas pendidikan yang diberikan berupa pembangunan fisik gedung sekolah dan pengadaan buku pelajaran.

Rekomendasi perbaikan mutu pendidikan dalam rapor pendidikan lebih jelas arahnya. Apabila satu dari dua peserta didik belum mencapai kompetensi minimum literasi dan dua dari tiga peserta didik belum mencapai kompetensi minimum numerasi maka dinas pendidikan harus melakukan intervensi khusus kepada satuan pendidikan.

Intervensi ini untuk menemukan akar masalah dan kemudian membantu menemukan solusi agar terjadi perbaikan dan peningkatan capaian kompetensi literasi dan numerasi. Sayangnya, rapor pendidikan masih belum sempurna. Saat ini rapor satuan pendidikan hanya dapat diakses oleh satuan pendidikan.

Dinas pendidikan tidak bisa melihat rapor pendidikan sehingga tidak bisa menyiapkan intervensi untuk pendidikan. Selain itu, nuansa dikotomi satuan pendidikan negeri dan swasta masih ada. Satuan pendidikan swasta yang diselenggarakan yayasan atau badan penyelenggara perguruan swasta masih dalam pembinaan yang sama oleh dinas pendidikan.

Kepentingan yayasan atau badan penyelenggara perguruan swasta belum terakomodasi untuk melakukan intervensi kebijakan perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan bagi satuan pendidikan yang diselenggarakannya.

Guru Penggerak

Program guru penggerak fokus pada mutu guru. Guru penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif, dan proaktif. Guru penggerak dituntut mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat pada murid serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila.

Selama ini guru merespons program guru penggerak sebagai kesadaran mewujudkan pendidikan bermutu di Indonesia. Ini menunjukkan arah positif bagi perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran yang akan meningkatkan pula mutu pendidikan secara nasional.

Meskipun guru bukan satu-satunya komponen penting, tetapi jika mutu lulusan sebagai output dan outcome proses pembelajaran, kualitas guru memiliki peran strategis. Mutu guru akan berpengaruh langsung terhadap proses pembelajaran dan mutu lulusan.

Selama ini komponen kurikulum, manajemen, sarana/prasarana, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang menjadi bagian standar nasional pendidikan diyakini sebagai variabel yang paling berpengaruh terhadap mutu proses pembelajaran. Kurikulum silih berganti disempurnakan.

Demikian halnya dengan manajemen sekolah, program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah  menjadi primadona sistem pengelolaan satuan pendidikan. Pada komponen sarana/prasarana tidak kalah masifnya.

Program prioritas hampir melupakan dua variabel penting, mutu guru dan mutu proses pembelajaran. Pola pembinaan dan pengembangan kompetensi guru yang dilakukan tidak jauh dari penataran, meskipun kemasannya dapat berupa pendidikan dan latihan, bimbingan teknis, workshop, dan sebagainya.

Program-program tersebut tampak sebagai formalitas belaka yang jauh dari pemenuhan kebutuhan guru. Pembelajaran satu arah dogmatis yang kering inovasi dan kreativitas sangat kental mewarnai penataran. Pengajar dalam penataran bukan sebagai fasilitator, melainkan penguasa tunggal dalam kelas penataran.

Akibatnya, jangankan peningkatan kompetensi guru, perubahan paradigma guru pembelajar sekalipun tidak terjadi. Guru yang memiliki kompetensi baik akan mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan baik pula. Proses pembelajaran yang baik akan berpengaruh langsung terhadap mutu lulusan.

Paradigma baru guru sebagai teladan dan agen ekosistem pendidikan tidak hanya dalam konteks hubungan guru-murid, melainkan juga menjadi inspirasi bagi guru sejawat untuk melakukan inovasi dan kreativitas pembelajaran. Penghentian sementara pelaksanaan program guru penggerak patut disayangkan.

Guru Bimbingan Konseling

Program guru penggerak belum menyentuh eksistensi, peran, dan fungsi guru bimbingan dan konseling. Semua jenjang pendidikan dasar dan menengah memerlukan kehadiran guru bimbingan dan konseling. Kenyataan menunjukkan hampir tidak ada guru bimbingan dan konseling di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiah.

Hanya beberapa sekolah dasar dan madrasah ibtidadiah swasta yang mengadakan guru bimbingan konseling secara mandiri. Guru kelas yang diharapkan dapat melaksanakan peran dan fungsi bimbingan dan konseling tidak memiliki kompetensi memadai karena memang tidak diberikan pelatihan untuk itu.

Pada jenjang sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiah dan sekolah menengah atas/madrasah aliah serta sekolah menengah kejuruan tidak jauh berbeda. Layanan bimbingan dan konseling belum optimal karena pemahaham tugas pokok dan fungsi bimbingan konseling tidak dipahami banyak pihak.

Pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi guru bimbingan konseling belum baik. Ada anggapan guru bimbingan konseling adalah ”polisi sekolah”. Menangani murid ”nakal” dan mengusut kasus penyimpangan seperti berkelahi, mencuri, membolos, dan pelanggaran tata tertib sekolah lainnya.



Ada pula yang menganggap sebagai guru pendidikan karakter. Tugasnya memberi nasihat, membujuk murid untuk bersikap dan berperilaku baik dan sopan santun.  Malah ada yang mereduksi tugas guru bimbingan konseling sebatas urusan administratif. Mencegat dan mencatat murid terlambat atau meninggalkan pelajaran serta merekap absensi murid.

Penugasan guru bimbingan konseling layaknya pembantu umum. Mewakili kepala sekolah ketika kepala seolah berhalangan. Rapat dinas, memimpin rapat, menerima tamu, sampai mengelola seragam sekolah sejak pengadaan, distribusi, hingga mengawasi pemakaiannya. Ada guru bimbingan konseling yang ditugasi menjaga koperasi sekolah, kantin, dan ruang usaha kesehatan sekolah (UKS).

Profesionalisme guru bimbingan konseling tereduksi. Kompetensi profesional untuk melaksanakan layanan bimbingan dan konseling tidak pernah mewujud. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 menyatakan kompetensi profesional guru bimbingan konseling mencakup beberapa hal.

Pertama, penguasaan konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli. Kedua, menguasai kerangka teoritik dan praksis bimbingan dan konseling serta merancang program bimbingan dan konseling.

Ketiga, mengimplementasikan program bimbingan dan konseling yang komprehensif. Keempat, menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling. Kelima, memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika professional. Keenam, menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan konseling.

Kompetensi profesional guru bimbingan terimplementasi dalam layanan pengembangan kehidupan pribadi, sosial, belajar, dan karier murid. Jenis layanan berupa layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok, konsultasi, dan mediasi.

Selain itu, dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, guru bimbingan konseling didukung instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, tampilan kepustakaan, dan alih tangan kasus.  Tugas guru bimbingan konseling meliputi merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan melakukan  tindak lanjut perbaikan hasil evaluasi program bimbingan dan konseling.

Dengan demikian guru bimbingan konseling bukan ”polisi sekolah”, sukarelawan, dan  tenaga ”serabutan” yang dapat dan boleh ditugasi apa pun. Hendaknya semua pihak memahami bahwa guru bimbingan konseling mengemban tugas profesional dalam bimbingan dan konseling.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 24 November 2022. Penulis adalah Panitera Badan Penelitian dan Pengembangan Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya