SOLOPOS.COM - Politikus Partai Hanura Miryam S. Haryani mengusap air mata ketika bersaksi di sidang kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/3/2017).(JIBI/Solopos/Antara/Aprillio Akbar)

Pansus Hak Angket KPK di DPR meminta KPK menyerahkan Miryam S Haryani untuk dimintai keterangan.

Solopos.com, JAKARTA — Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk kooperatif dengan Panitia Hak Angket KPK di DPR. Maksudnya, KPK diminta mengizinkan tersangka kasus e-KTP Miryam S Haryani untuk dimintai keterangan di DPR.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menurut Masinton, Pansus memahami kondisi Miryam yang tengah disidik KPK. Akan tetapi, menurutnya tidak ada alasan bagi lembaga antirasuah itu untuk tidak menyerahkan Miryam setelah Pansus mengirim surat permintaan untuk dimintai keterangan.

“Kami minta KPK supaya kooperatif terkait pemanggilan Miryam karena perintah undang-undang menyebutkan yang diminta wajib hadir,” ujar Masinton, Jumat (16/6/2017).

Menurutnya, lebih baik KPK yang selama ini berkomitmen mematuhi hukum agar mematuhi prosedur hukum secara konsisten. Masinton juga tidak sependapat dengan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD yang menyebutkan KPK bukan objek pengawasan DPR karena bukan institusi pemerintah. Dengan demikian, Pansus tidak bisa memanggil paksa Miryam S Haryani.

“KPK itu adalah bagian dari pemerintahan yang bekerja secara independen. Perdebatan soal instiusi pemerintah itu tidak tepat menurut saya,” ujar Masinton.

Bagaimanapun, ujarnya, insitusi KPK lahir dari proses reformasi birokrasi untuk memperkuat institusi pemerintah yang sudah ada.
Masinton juga membantah bahwa KPK belum menerima surat permintaan untuk menghadirkan Miriyam ke DPR. “Kalau KPK bilang belum terima surat, itu kebohongan baru. Kemarin pagi sudah diterima dan ada tanda terimanya,” ujarnya.

Sebelumnya Mahfud MD menilai pembentukan Pansus Angket KPK ilegal. Untuk itu, Pansus tidak bisa memanggil paksa Miryam S Haryani. “Jadi subjeknya salah, objeknya salah, prosedurnya salah. Kalau tidak legal, tidak sembarang bisa memanggil orang karena belum ada kepastian legalitasnya,” ujar Mahfud mewakili para akademisi dan pakar hukum tata negara.

Mahfud menjelaskan Pansus Angket KPK belum legal lantaran tidak diwakili seluruh fraksi. Sampai saat ini, Pansus hak angket baru diisi 7 dari 10 fraksi di DPR.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya