SOLOPOS.COM - Sejumlah petani melakukan panen padi organik. (Ahmad Mufid Aryono)

Sejumlah petani melakukan panen padi organik. (Ahmad Mufid Aryono)

Solopos.com--Senyum Sulomo Achmad terus mengembang. Raut kegembiraan terlihat saat bertemu dengan semua orang. Tak henti-hentinya dirinya bersyukur atas nikmat yang diterimanya, Kamis (28/7/2011).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pasalnya, penantian Kades Catur, Sambi selama tiga bulan terbayar sudah. Lahan seluas 3,5 hektare (Ha) miliknya kini telah menghasilkan padi IR 64 yang diolah secara organik dan tidak menggunakan bahan kimia sama sekali.

Meski pada awal-awal penanaman tidak sedikit warga maupun masyarakat yang mencibir upaya untuk mengembalikan lahan persawahan melalui pertanian organik. Pasalnya, tidak semua petani mengikuti jejaknya tersebut, karena belum ada yang memberikan hasil atas upaya itu. Namun kini, sepertinya, hal itu berubah 180 derajat. Sulomo mengaku ke depan pasti tidak sedikit petani yang beralih ke pertanian organik.

Ekspedisi Mudik 2024

Upaya mengubah mindset petani ke pertanian organik terus digalakkan pensiunan PNS Pemkot Solo itu. Tak hanya teori untuk pertanian organik saja. Sulomo terjun langsung untuk mengupayakan mengubah lahan untuk ditanami dengan pertanian organik.

Langkah itu dimulainya akhir April lalu. Saat itu, dirinya menanam padi jenis IR 64. Berbeda dengan yang lain, tanaman padi di lahan 3,5 Ha itu, ia kelola dengan organik murni. Baik, pupuk yang digunakan maupun obat-obatan pembasmi hama.

Ditemui Espos di kediamannya, Sulomo mengatakan untuk pupuk organik, pihaknya bekerjasama dengan kelompok tani yang ada di desanya, yang telah mampu memroduksi pupuk organik sendiri. “Ada satu kelompok tani yang mampu memeroduksi pupuk organik dan itu yang saya gunakan,” ujarnya.

Selain itu, dirinya juga meramu sendiri obat-obatan yang digunakan. Bahkan secara otodidak, dirinya mencampur bahan-bahan alami untuk dijadikan obat. Hasilnya pun tidak mengecewakan.

“Saya juga tidak akan mematenkan obat-obatan yang saya buat. Semuanya terbuka. Silakan kalau memang akan membuat, saya terbuka untuk memberikan tips membuatnya,” tambah dia.

Obat-obatan yang digunakan, Sulomo menjelaskan semuanya ada di sekitar. Sulomo menjelaskan obat-obatan yang digunakan antara lain sambiroto, pule, tembakau, sepet atau kulit kelapa, laos, daun mindi, kecubung, daun mahoni, gadung serta tetes tebu.

“Seluruh bahan itu kemudian dicampur dengan urine sapi dan ditambah bakteri starter untuk didiamkan selama sekitar sebulan,” papar dia.

Diakuinya, hasil pencampurannya itu memang menimbulkan bau yang sangat menyengat. Namun, justru dari bau itu hewan pengganggu akan lenyap dan tanaman menjadi lebih subur.

Tak mahal

Dalam proses penyemprotan obat-obatan itu, memang tidak membutuhkan penanganan khusus dan sama seperti penyemprotan menggunakan bahan kimia. Menurut Sulomo, penyemprotan dilakukan juga melihat dari pertumbuhan hewan pengganggu. Jika hewan pengganggu sangat banyak, penyemprotan dilakukan dua hari sekali selama lima kali. “Kalau hewan pengganggu sedikit cukup sepekan sekali dan lebih efektif,” jelas dia.

Sulomo menjelaskan biaya produksi dengan pertanian organik itu tidak mahal. Pasalnya, seluruh bahan-bahan untuk obat dan pupuk sudah ada di sekitar. Hanya membeli tetes tebu yang harganya satu liter Rp 3.000 dan bakteri starter yang bisa dibuat sendiri dengan mencampur bahan makanan atau buah-buahan yang telah membusuk dicampur tetes tebu.

“Justru lebih mahal jika menggunakan obat kimia. Lahan pertanian seluas 3,5 Ha membutuhkan biaya untuk pembelian obat-obatan sekitar Rp 3 juta-Rp 4 juta. Itu belum biaya operasional lainnya. Kalau dengan organik sangat dibawah harga obat-obatan kimia,” tandas dia.

Dengan keberhasilan dirinya memanen padi organik itu, pihaknya berharap petani bisa memanfaatkan bahan-bahan alami yang ada untuk pertanian organik. Selain itu, juga bisa memanfaatkan limbah, seperti kotoran dan urine sapi sebagai bahan untuk mengolah lahan pertanian.

(Ahmad Mufid Aryono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya